Dalam kehidupan modern sekarang ini, pendidikan dihadapkan
pada berbagai tantangan perubahan yang sangat cepat dan kadang-kadang
kehadirannya sulit diprediksikan, sehingga menuntut setiap organisasi untuk
dapat memiliki kemampuan antisipatif dan adaptif terhadap berbagai kemungkinan
sebagai konsekwensi dari adanya perubahan. Begitu pula dengan sekolah, sebagai
institusi yang bergerak dalam bidang jasa pendidikan akan dihadapkan pada
berbagai tantangan perubahan. Ketidakmampuan sekolah dalam mengantisipasi dan
beradaptasi dengan perubahan yang terjadi, lambat laun akan dapat menimbulkan
keterpurukan sekolah itu sendiri, dan habis ditelan oleh perubahan.
Bentuk sikap antisipatif dan adaptif ini dapat dilakukan
melalui upaya untuk melaksanakan perbaikan secara terus-menerus dalam proses
manajemen. Jika kita mengacu pada konsep Total Quality Manajemen, maka upaya
perbaikan secara terus menerus dalam proses manajemen di sekolah menjadi
kebutuhan organisasi yang sangat mendasar. Dalam hal ini, Gostch dan Davis
(Sudarwan Danim 2002:102) mengemukakan bahwa salah satu kaidah dalam
mengaplikasikan TQM adalah adanya perbaikan kinerja sistem secara
berkelanjutan. Untuk itu, kegiatan evaluasi dan riset menjadi amat penting
adanya. Dengan melalui kegiatan evaluasi dan riset ini akan diperoleh data yang
akurat untuk dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan
yang berkenaan dengan usaha inovatif organisasi dan penyesuaiaian-penyesuaian
terhadap berbagai perubahan.
Berbicara tentang sikap antisipatif ini, kita akan diingatkan
pula dengan konsep budaya organisasi yang adaptif yang dikemukakan oleh Ralph
Klinmann bahwa budaya adaptif merupakan sebuah budaya dengan pendekatan yang
bersifat siap menanggung resiko, percaya, dan proaktif terhadap kehidupan
individu. Para anggota secara aktif mendukung usaha satu sama lain untuk
mengidentifikasi semua masalah dan mengimplementasikan pemecahan yang dapat
berfungsi. Ada suatu rasa percaya (confidence) yang dimiliki bersama. Para
anggotanya percaya, tanpa rasa bimbang bahwa mereka dapat menata olah secara
efektif masalah baru dan peluang apa saja yang akan mereka temui. Kegairahan
yang menyebar luas, satu semangat untuk melakukan apa saja yang dia hadapi
untuk mencapai keberhasilan organisasi. Para anggota ini reseptif terhadap
perubahan dan inovasi. Rosabeth Kanter mengemukakan bahwa jenis budaya ini
menghargai dan mendorong kewiraswastaan, yang dapat membantu sebuah organisasi
beradaptasi dengan lingkungan yang berubah, dengan memungkinkannya
mengidentifikasi dan mengeksploitasi peluang-peluang baru. (John P. Kotter dan
James L. Heskett: 17- 49). Dengan demikian, sikap antisipatif dan adaptif
terhadap perubahan seyogyanya menjadi bagian dari budaya organisasi di sekolah,
yang ditunjukkan dengan upaya melakukan berbagai perbaikan dalam proses
manajemen.
Berkenaan dengan perbaikan pada proses manajemen. Ross
(Sudarwan Danim, 2002:121) mengetengahkan tentang perubahan kultural dari
kultur tradisional ke budaya mutu, yang mencakup 4 fokus, sebagaimana tampak
dalam tabel berikut ini:
Focus
|
From Traditional
|
To Quality
|
Plan
|
Sort range
budget
|
Future
Strategic Issue
|
Organize
|
Hierarchi chain
of command
|
Participant/Empowerment
|
Control
|
Variance
Reporting
|
Quality
Measure and Information or Self Control
|
Communication
|
Top Down
|
Top Down and
Bottom Up
|
Decisions
|
Ad Hoc/
Crisis Management
|
Planned
Change
|
Functional
Management
|
Parochial, Competitive
|
Cross
functional, Integrative
|
Quality
Management
|
Fixing/One
Short Manifacturing
|
Preventive,
Continous, functions, and Process
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar