Pengembangan Kinerja Guru
BAB V
PENGEMBANGAN
KINERJA GURU
Deskripsi umum materi
Bab ini akan
membahas tentang pengembangan kinerja Guru dengan didahului oleh penjelasan
konsep Kinerja secara umum, faktor pembentuk kinerja, model-model kinerja dan
penilaian kinerja serta fungsinya. Disamping itu dibahas juga kinerja guru
berkaitan dengan proses pembelajaran serta kinerja dalam pengembangan profesi,
dan guna memahami makna dari pengembangan profesi juga diungkapkan tentang
makna profesi serta pengembangan profesi guru sebagai tenaga pendidik.
Tujuan Pembelajaran
Dengan
mempelajari dan mendiskusikan Bab ini, Mahasiswa pembelajar akan dapat lebih
memahami tentang konsep pengembangan kinerja serta konsep-konsep yang terkait
dengannya dan aplikasinya dalam konteks peran guru sebagai tenaga pendidik.
Oleh karena itu setelah mengkaji bahasan dalam bab ini, Mahasiswa pembelajar
diharapkan dapat :
o Menjelaskan makna Kinerja
o Menjelaskan
faktor-faktor pembentuk kinerja
o Menjelaskan
teori-teori/model-model kinerja
o Menjelaskan
makna manajemen kinerja
o Menjelaskan
makna pengembangan Kinerja dan prosesnya
o Menjelaskan
makna pengembangan kinerja guru
o Menjelaskan
tugas guru dalam pembelajaran
o Menjelaskan
tugas guru dalam pengembangan profesi
o Menjelaskan
implikasi pengembangan kinerja bagi peningkatan mutu pendidikan
A. Pendahuluan
Dalam
tataran mikro teknis, Guru sebagai tenaga pendidik merupakan pemimpin
pendidikan, dia amat menentukan dalam proses pembelajaran di kelas, dan peran
kepemimpinan tersebut akan tercermin dari bagaimana guru melaksanakan peran dan
tugasnya, ini berarti bahwa kinerja guru merupakan faktor yang amat menentukan
bagi mutu pembelajaran/pendidikan yang akan berimplikasi pada kualitas output
pendidikan setelah menyelasaikan sekolah.
Kinerja
Guru pada dasarnya merupakan kinerja atau unjuk kerja yang dilakukan
oleh guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik. Kualitas kinerja guru
akan sangat menentukan pada kualitas hasil pendidikan, karena guru merupakan
fihak yang paling banyak bersentuhan langsung dengan siswa dalam proses
pendidikan/pembelajaran di lembaga pendidikan Sekolah. Dan untuk memahami apa
dan bagaimana kinerja guru itu, terlebih dahulu akan dikemukakan tentang makna
Kinerja serta bagaimana mengelola kinerja dalam upaya mencapai tujuan
organisasi secara efektif dan efisien
B. Konsep
Kinerja
Kinerja
merupakan terjemahan dari kata performance (Job Performance),
secara etimologisperformance berasal dari kata to perform yang
berarti menampilkan atau melaksanakan, sedang kata performance berarti “The
act of performing; execution”( Webster Super New School and Office
Dictionary ), menurut Henry Bosley Woolf performance
berarti “The execution of an action”(Webster New Collegiate Dictionary )
Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa kinerja atau performance
berarti tindakan menampilkan atau melaksanakan suatu kegiatan, oleh karena itu
performance sering juga diartikan penampilan kerja atau prilaku
kerja. Berikut ini akan dikemukakan beberapa definisi kinerja untuk lebih
memberikan pemahaman akan maknanya
Tabel 5.1. Pendapat Para Pakar tentang pengertian kinerja
No
|
Pengertian
kinerja
|
Pendapat
|
1.
|
Performance diartikan sebagai
hasil pekerjaan, atau pelaksanaan tugas pekerjaan
|
(Pariata
Westra et al. 1977:246).
|
2.
|
kinerja adalah proses kerja dari seorang individu untuk
mencapai hasil-hasil tertentu,
|
Bateman (1992:32)
|
3.
|
Prestasi Kerja atau penampilan kerja
(performance) diartikan sebagai ungkapan kemampuan yang disasari oleh
pengetahuan, sikap, dan ketrampilan dan motivasi dalam menghasilkan sesuatu,
|
Nanang Fattah (1999:19)
|
4.
|
Performance
is defined as the record of outcomes produced on a specified job function or
activity during a specific time period
|
Bernardin dan Russeldalam Ahmad S Ruky(2001:15)
|
5.
|
Kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja
secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam
melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
|
A. Anwar Prabu Mangkunegara (2001:67)
|
6.
|
basically,
it (performance) means an outcome – a result. It is the end point of people,
resources and certain environment being brought together, with intention of
producing certain things, whether tangible product or less tangible service.
To the extent that this interaction results in an outcome of the desired
level and quality, at agreed cost levels, performance will be judged as
satisfaktory, good, or excellent. To the extent that the outcome is
disappointing, for whatever reason, performance will be judged as
poor or deficient
|
Murray
Ainsworth et.el (2002:3)
|
Dari beberapa
pengetian kinerja di atas, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa kinerja
merupakan suatu kemampuan kerja atau prestasi kerja yang diperlihatkan oleh
seorang pegawai untuk memperoleh hasil kerja yang optimal. Dengan demikian istilah
kinerja mempunyai pengertian akan adanya suatu tindakan atau kegiatan yang
ditampilkan oleh seseorang dalam melaksanakan aktivitas tertentu. Kinerja
seseorang akan nampak pada situasi dan kondisi kerja sehari-hari.
Aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh seseorang dalam melaksanakan
pekerjaannya menggambarkan bagaimana ia berusaha mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Menurut A. Dale Timpe dalam bukunya Performance sebagaimana
dikutip oleh Ch. Suprapto (1999:14) dikemukakan bahwa
Kinerja adalah akumulasi dari tiga elemen yang saling berkaitan yaitu
keterampilan, upaya, dan sifat-sifat keadaan eksternal. Keterampilan dasar yang
dibawa seseorang ke tempat pekerjaan dapat berupa pengetahuan,
kemampuan, kecakapan interpersonal dan kecakapan
teknis.
Keterampilan diperlukan
dalam kinerja karena keterampilan merupakan aktivitas yang muncul
dari seseorang akibat suatu proses dari pengetahuan, kemampuan, kecakapan
interpersonal, dan kecakapan teknis. Upaya dapat digambarkan sebagai motivasi
yang diperlihatkan untuk menyelesaikan pekerjaan. Tingkat keterampilan
berhubungan dengan apa yang “dapat dilakukan”, sedangkan “ upaya” berhubungan
dengan apa yang “akan dilakukan”. Kondisi eksternal adalah faktor-faktor yang
terdapat dilingkungannya yang mempengaruhi kinerja. Kondisi eksternal merupakan
fasilitas dan lingkungan kerja yang mendukung produktivitas/kinerja karyawan,
interaksi antara faktor internal dengan eksternal untuk menghasilkan
sesuatu dengan kualitas tertentu merupakan unsur yang membentuk kinerja, ini
sejalan dengan pendapat
Dalam mencapai
tujuan tidak terlepas dari unsur manusia dan unsur non manusia. Oleh karena
itu, kinerja yang ditunjukan oleh unsur-unsur tersebut akan menunjukan
kemampuan organisasi dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.
Sebagai pegawai akan selalu dituntut tentang sejauh mana kinerja pegawai
tersebut dalam melaksanakan dan menyelesaikan pekerjaannya, apakah mereka
berkinerja tinggi/memuaskan atau berkinerja rendah/jelek. Dengan demikian, seorang
pegawai dalam penilaian kerja oleh atasannya selalu dihubungkan dengan kinerja.
Dari pendapat
di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa kinerja merupakan suatu kemampuan
kerja atau prestasi kerja yang diperlihatkan oleh seseorang dalam memperoleh
hasil kerja yang optimal. Sejalan dengan itu menurut pendapat Sedarmayanti
(1995:53) pengertian kinerja dengan menunjuk pada ciri-cirinya sebagai berikut
: “Kinerja dalam suatu organisasi dapat dikatakan meningkat jika memenuhi
indikator-indikator antara lain : Kualitas hasil kerja, Ketepatan waktu,
Inisiatif, Kecakapan, Komunikasi yang baik”. berdasarkan pendapat di atas dapat
disimpulkan bahwa kinerja merupakan hasil kerja yang dicapai dan dapat
diperlihatkan melalui kualitas hasil kerja, ketepatan waktu, inisiatif,
kecakapan dan komunikasi yang baik.
C. Faktor-faktor
yang mempengaruhi Kinerja
Kinerja menunjukan suatu
penampilan kerja seseorang dalam menjalankan peran dan fungsinya dalam suatu
lingkungan tertentu termasuk dalam organisasi. Dalam kenyataannya, banyak
faktor yang mempengaruhi prilaku seseorang, sehingga bila diterapkan pada
pekerja, maka bagimana dia bekerja akan dapat menjadi dasar untuk menganalisis
latar belakang yang mempengaruhinga . Menurut Sutermeister (1976:45)
produktivitas ditentukan oleh kinerja pegawai dan teknologi, sedangkan kinerja
pegawai itu sendiri tergantung pada dua hal yaitu kemampuan dan motivasi. Bila
digambarkan akan nampak sebagai berikut :
Technology
|
Ability
|
Motivation
|
Productivity
|
Employee
Performance
|
Gambar 5.1. Faktor-faktor
pembentuk Produktivitas
(Sumber : Sutermeister
1976:45)
Sementara itu Gibson et al
(1995: 56), memberikan gambaran lebih rinci dan komprehensif
tentang faktor–faktor yang berpengaruh terhadap performance/kinerja, yaitu :
a. Variabel
Individu, meliputi kemampuan, keterampilan, mental fisik, latar belakang
keluarga, tingkat sosial, pengalaman, demografi (umur, asal – usul, jenis
kelamin).
b. Variabel
Organisasi, meliputi sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur desain
pekerjaan.
c. Variabel
Psikologis yang meliputi persepsi, sikap, kepribadian, belajar dan
motivasi.
pendapat tersebut menggambarkan tentang
hal-hal yang dapat membentuk atau mempengaruhi kinerja seseorang, faktor
individu dengan karakteristik psikologisnya yang khas serta faktor organisasi
berinteraksi dalam suatu proses yang dapat mewujudkan suatu kualitas
kinerja yang dilakukan oleh seseorang dalam melaksanakan peran dan tugasnya
dalam organisasi.
Sementara itu Zane
K. Quible (2005:214) berkaitan dengan faktor-faktor yang
mempengaruhi kinerja manyatakan: “basic human traits affect employees’ job
related behaviour and performance. These human traits include ability,
aptitude, perception, values, interest, emotions, needs and personality”.
Ability atau kemampuan akan menentukan bagaimana seseorang dapat
melakukan pekerjaan, bakat akan berperan dalam membantu melaksanakan pekerjaan
jika ada kesesuaian dengan jenis pekerjaannya, demikian juga halnya dengan
persepsi, konsep diri, nilai-nilai, minat, emosi, kebutuhan dan kepribadian.
Semua itu akan berpengaruh terhadap dorongan (motivasi) seseorang dalam
melaksanakan pekerjaannya. Dengan demikian kajian tentang kinerja memerlukan
juga pembahasan tentang motivasi sebab prilaku seseorang dalam melaksanakan
pekerjaan tidak terlepas dari dorongan yang melatarbelakanginya.
Dorongan untuk
melakukan atau mengerjakan sesuatu dapat bersifat intrinsik dan ekstrinsik,
dorongan intrinsik merupakan dorongan yang timbul dari dalam diri seseorang dan
mengarah pada suatu objek tertentu untuk berbuat atau berprilaku, sementara
dorongan ekstrinsik merupakan dorongan akibat rangsangan-rangsangan dari luar
yang dalam hal ini faktor organisasi dan kepemimpinan dapat dipandang sebagai
contoh faktor eksternal yang akan mempengaruhi pada kinerja seseorang dalam
organisasi.
Kedua dorongan
tersebut dapat berjalan sendiri-sendiri maupun bersamaan, perwujudan dalam
bentuk prilaku pada dasarnya menunjukan tentang intensitas dorongan tersebut,
dimana bila intensitasnya rendah maka kecenderungan prilakunya pun akan
menunjukan kualitas yang rendah demikian juga sebaliknya, oleh karena itu
pemahaman tentang motivasi dapat memperdalam pemahaman tentang apa
dan bagaimana prilaku seseorang dalam mengerjakan sesuatu baik dalam konteks
kehidupan pribadi maupun dalam kehidupan organisasi. Dorongan merupakan daya
penggerak kinerja, namun demikian tanpa dibarengi dengan kemampuan, kinerja
yang akan terwujud tidak akan optimal sesuai dengan yang diharapkan
James M.
Higgins (1982:28) dalam bukunya Human Relations, Concept and
Skillsmengemukakan suatu model siklis proses motivasi dan
kinerja “A cyclical Model of the Motivation/Performance
Process” dalam bentuk bagan nampak seperti dalam gambar 2.8. Dari
gambar tersebut, nampak bahwa Kinerja seseorang berkaitan dengan berbagai
faktor yang dapat mempengaruhinya, baik yang bersifat internal yang melekat
dalam individu itu sendiri maupun yang bersifat eksternal dari lingkungan
kerja, juga Dari bagan tersebut di atas dapat deperoleh beberapa
pemahaman tentang kinerja dan motivasi, dengan disatukannya kedua hal tersebut
sebagai unsur yang dipengaruhi oleh berbagai faktor menunjukan bahwa kinerja dan motivasi
merupakan sesuatu yang terus menerus berinteraksi, kinerja
merupakan dimensi perwujudan dari prilaku sedangkan motivasi merupakan dimensi
internal dari prilaku seseorang. Pertama ada faktor kebutuhan yang perlu
dipuaskan dan perwujudannya ditentukan oleh bagaimana sikap manajer
dan organisasi dalam berupaya memenuhinya, keadaan ini akan diikuti dengan
langkah-langkah yang dilakukan oleh organisasi dalam menawarkan pemuas
kebutuhan tersebut. Penawaran pemuasan tersebut akan diperhatikan dan direspon sesuai dengan pertimbangan perbandingan
antara
3.organization and
manager offer needs satisfier, reward
|
||||
2. are organizational and manager aware of needs?,
willing and able to offer
needs satisfier
|
4.employee contemplate or does not contemplate
consequences of actions
|
|||
MOTIVATION/
PERFORMANCE
CYCLE
|
||||
1.needs–unsatisfied
Satisfied
|
5.employee is motivated to expend effort
|
|||
10. will employee continue to be motivated in the same way ?
|
6. Does Employee Have sufficient training and abilities, what are
perceived role and objective, are job design, tools, technology appropriate
|
|||
9.individual examines situation
or not
|
8. .needs satisfiers reward given
|
7. performance
|
Gambar 5.2. Motivation/Performance
cycle Model
(Sumber : James M. Higgins, 1982)
pemuas dan tindakan yang disyaratkan atau
diminta oleh organisasi, jika penilaian terhadap pemuas kebutuhan
tersebut positif maka seseorang (pekerja) akan terdorong untuk melakukan atau
meningkatkan upaya-upaya dalam melaksanakan pekerjaan, namun upaya tersebut
tidaklah cukup melainkan perlu dibarengi dengan kemampuan yang berkaitan dengan
pekerjaan yang harus dilakukannya, kombinasi antara upaya yang termotivasi
dengan kemampuan akan melahirkan kinerja, dengan kinerja yang telah diwujudkan
maka akan diperoleh pemuas kebutuhan, kemudian hal itu akan dinilai oleh
pekerja yang kemudian akan memutuskan apakah akan melanjutkan dengan kinerja
yang sama atau tidak.
Kinerja
merupakan gambaran tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program dalam
mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi. Oleh karena itu bila
ingin tercapainya tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya, maka perlu
memperhatikan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kinerja tersebut. Faktor
yang mempengaruhi pencapaian kinerja adalah faktor kemampuan (Ability) dan
faktor motivasi (Motivation). Hal ini sesuai dengan pendapat Keith Davis
(1994:484) yang dikutip oleh A. Anwar Prabu Mangkunegara (2001:67)
mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja adalah :
1. Faktor
Motivasi
Motivasi terbentuk dari sikap seorang pegawai dalam
menghadapi situasi kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakan diri
pegawai yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi. Sikap mental merupakan
kondisi mental yang mendorong diri pegawai untuk berusaha mencapai prestasi
kerja secara maksimal. Pegawai akan mampu mencapai kinerja maksimal jika ia
memiliki motivasi tinggi.
2. Faktor
Kemampuan
Secara psikologis kemampuan (Ability) pegawai
terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (Knowledge + Skill).
Artinya pegawai yang memiliki IQ di atas rata-rata (IQ 110-120)
dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan
pekerjaan sehari-hari, maka ia akan lebih mudah mencapai kinerja yang
diharapkan. Oleh karena itu, pegawai perlu ditempatkan pada pekerjaan yang
sesuai dengan keahliannya.
berdasarkan pendapat ahli di atas jelaslah
bahwa faktor kemampuan dapat mempengaruhi kinerja karena dengan kemampuan yang
tinggi maka kinerja pegawaipun akan tercapai, sebaliknya bila kemampuan pegawai
rendah atau tidak sesuai dengan keahliannya maka kinerjapun tidak akan
tercapai. Begitu juga dengan faktor motivasi yang merupakan kondisi yang
menggerakan diri pegawai untuk berusaha mencapai prestasi kerja secara
maksimal.
Sementara itu Ainsworth, et al. (2002 : 22) mengemukakan model kinerja yang
komprehensif, dimana dikatakan bahwa kinerja (performance = P) merupakan fungsi dari kejelasan peran (role clarity = Rc), kompetensi (competence = C), lingkungan (environment = E), nilai(value = V), kesesuaian preferensi (preferences fit = Pf), imbalan (reward =Rw) ditambah umpan balik (feedback = F). Secara matematis model kinerja
tersebut dapat diformulasikan menjadi:
P = Rc x C x E x V x Pf
x Rw + F
Dimana: P (Per/ormance) Didetinisikan dan diukur dengan cara-cara
yang tepat. Apakah P = produktivitas (bisa dikuantifikasi) atau apakah P =
kinerja (pertimbnagan kualitatif) atau apakah P =
mungkin (pertimbangan subjektif yang tinggi). Rc (role clarity) Apakah orang-orang sebaiknya bekerja
satu demi satu dan kolektif, apa yang diharapkan dari mereka? , Kompetensi (competence)Apakah orang-orang memiliki
pengetahuan dan ketrampilan untuk mengerjakan apa yang diharapkan dari mereka?,
Kekurangan-kekurangan apa yang mungkin ada? Pengetahuan dan ketrampilan apa
yang dibutuhkan sekarang? Apa yang dibutuhkan di masa yang akan datang?.
Lingkungan (environment) adalah elemen-elemen yang
diperlukan untuk mengerjakan seseuatu secara kondusif yang terdiri dari : (1)
lingkungan fisik – alat-alat dan kondisi fisik tempat kerja, (2) lingkungan
manusia faktor-faktor kelompok seperti: kecocokan; keterpaduan tim; dan faktor
penting kepemimpinan, dan (3) lingkungan organisasi – kejelasan dari struktur,
sistem, titik berat dan prioritas komunikasi, dan budaya di tempat kerja. Nilai (value) Apakah orang-orang secara umum
menerima apa yang mereka minta untuk dikerjakan dan apa yang dilakukan oleh
organisasi tidak keliru?. Kesesuaian preferensi (preference fit) Apakah orang-orang secara umum mengetahui
aktivitas pekerjaan yang mereka inginkan? Pada tingkat mana preferensi dan
permintaan individual dari pekerjaan memperlihatkan kesesuaian bersama untuk
mempengaruhi kepuasan kerja, manajemen tim di antara kebebasan menentukan waktu
dan tugas-tugas khusus yang bisa, kesiapan untuk bekerja di luar jam normal
(bila relevan), dan retensi bakat. Imbalan (reward) Apakah orang-orang diberikan penghargaan dengan
tepat menurut harapan, kinerja, motivasi individual, dan kebutuhan mereka untuk
umpan balik? Imbalan di sini mungkin mencakup eksplisit (sesuatu yang manajer
atau organisasi tentukan atau katakan) atau intrinsik terhadap pekerjaan langsung
(imbalan yang memotivasi individu secara).
Sedangkan
Umpan balik (feedback) adalah salah
satu ketrampilan kunci di dalam mengembangkan dan memelihara kinerja yang baik
adalah memberikan umpan bailk. Bila pemberian umpan balik dilakukan dengan balk
maka akan dapat membantu memecahkan masalah, mengurangi ketidakpastian,
membangun hubungan kerja yang positif, membangun kepercayaan dan kerja tim yang
efektif, dan memperbaiki kualitas kerja. Umpan balik yang diberikan bisa
positif dan negatif. Sementara itu Dale Furtwengler (2000:90-92) menyebutkan
bahwa faktor-faktor yang sangat mempengaruhi kinerja adalah : Keterampilan
innterpersonal, mental untuk sukses, terbuka untuk perubahan, kreativitas,
keterampilan berkomunikasi, dan inisiatif
Dari beberapa
pendapat Pakar sebagaimana dikemukakan terdahulu, bila digabungkan nampak bahwa
banyak faktor yang dapat mempengaruhi Kinerja yaitu : Kemampuan (ability), Motivasi, Bakat (aptitude),
Persepsi (perception), Kreativitas, inisiatif, Nilai-nilai (values), imbalan(reward =Rw), Minat
(interest), Emosi (emotions), Kebutuhan (needs), Kepribadian
(personality),Kejelasan peran (role clarity = Rc), Kompetensi (competence = C), Lingkungan (environment = E),Nilai (value = V), Kesesuaian preferensi (preferences
fit = Pf), Umpan balik (feedback = F),Keterampilan
innterpersonal, Mental untuk sukses, Terbuka untuk perubahan, Keterampilan
berkomunikasi
Berdasarkan beberapa pendapat ahli mengenai faktor-faktor
yang mempengaruhi kinerja, penulis dapat menyimpulkan bahwa kinerja pegawai
akan efektif apabila memperhatikan faktor-faktor yang dapat mempengaruhinya,
dan ini berarti bahwa upaya untuk mengembangkan kinerja pegawai kearah yang
diinginkan oleh organisasi sesuai dengan kebutuhan organisasi dan tuntutan
perubahan, jelas menuntut pencermatan akan faktor-fakor tersebut, baik itu
faktor dari dalam (intern) individu itu sendiri maupun faktor ekstern. Hal
inipun berlaku dalam kaitannya dengan kinerja inovatif, dimana jika kinerja
inovatif ingin ditumbuh kembangkan dalam suatu organisasi, maka
kondisi-kondisi/faktor-faktor yang dapat mempengaruhinya perlu mendapat
perhatian, sehingga kebijakan pimpinan dalam organisasi dapat menciptakan
kondisi yang kondusif bagi terwujudnya hal tersebut.
D. Manajemen
Kinerja
Secara umum, Sumberdaya
manusia dalam konteks manajemen adalah ”people who are ready, willing,
and able to contribute to organizational goals (Wherther and Davis,
1993:635), Sumberdaya manusia dalam organisasi akan berperan dalam kegiatan
organisasi melalui kinerjanya dalam menjalankan tugas dan peran yang diembannya
dalam organisasi. Oleh karena itu kontribusi Sumberdaya Manusia dalam suatu
organisasi termasuk organisasi pendidikan memerlukan pengelolaan dan
pengembangan yang baik dalam melaksanakan tugas dan perannya agar dapat
memberikan kontribusi optimal dalam upaya meningkatkan kinerja organisasi,
sehingga mereka dapat memberi sumbangan yang makin meningkat bagi pencapaian
tujuan. Meningkatnya kinerja Sumber Daya
Manusia akan berdampak pada semakin baiknya kinerja organisasi dalam
menjalankan perannya di masyarakat.
Meningkatkan kinerja Sumber Daya Manusia memerlukan pengelolaan yang
sistematis dan terarah, agar proses pencapaian tujuan organisasi
dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien. Ini berarti bahwa manajemen
Sumber Daya Manusia merupakan hal yang sangat penting untuk keberhasilan
perusahaan, besar atau kecil, apapun jenis industrinya (Schuller and Jackson,
1997:32). Aspek Manajemen Sumberdaya Manusia menduduki posisi penting dalam
suatu perusahaan/organisasi karena setiap organisasi terbentuk oleh
orang-orang, menggunakan jasa mereka, mengembangkan keterampilan
mereka, mendorong mereka untuk berkinerja tinggi, dan menjamin mereka untuk
terus memelihara komitmen pada organisasi merupakan faktor yang sangat penting
dalam pencapaian tujuan organisasi (De Cenzo&Robbin, 1999:8). Sementara
itu, menurut Barney (Bagasatwa,(ed),2006:12) sistem Sumber Daya Manusia dapat
mendukung keunggulan kompetitif secara terus menerus melalui pengembangan
kompetensi SDM dalam organisasi.
Manajemen Sumber Daya Manusia merupakan suatu ilmu dan seni yang mengatur
proses pemanfaatan Sumber Daya Manusia secara efektif dan efisien untuk
mencapai suatu tujuan. Manajemen Sumber Daya Manusia merupakan suatu pengakuan
terhadap pentingnya unsur manusia sebagai sumber daya yang cukup potensial dan
sangat menentukan dalam suatu organisasi, dan perlu terus dikembangkan sehingga
mampu memberikan kontribusi yang maksimal bagi organisasi maupun bagi
pengembangan dirinya.
Dalam era yang penuh dengan perubahan, lingkungan yang dihadapi oleh
manajemen Sumber Daya Manusia sangatlah menantang, perubahan muncul dengan
cepat dan meliputi masalah-masalah yang sangat luas. Berdasarkan penelitian dan
sumber-sumber lain Mathis (2001:4) menyimpulkan bahwa tantangan yang dihadapi
oleh manajemen Sumber Daya Manusia adalah sebagai berikut (a) perekonomian dan
perkembangan teknologi; (b) ketersediaan dan kualitas tenaga kerja; (c)
kependudukan dengan masalah-masalahnya; (d) restrukturisasi organisasi. Oleh
karena itu mengelola Sumberdaya manusia menjadi sesuatu yang sangat menentukan
bagi keberhasilan suatu organisasi, kegagalan dalam mengelolanya akan berdampak
pada kesulitan organisasi menghadapi berbagai tantangan dalam pencapaian
tujuannya.
Manajemen Sumber Daya Manusia
merupakan faktor yang akan menentukan pada kinerja individu yang berperan dalam
organisasi, yang pada gilirannya akan berdampak pada pada kinerja organisasi,
ketepatan memanfaatkan dan mengembangkan Kinerja Sumber Daya Manusia serta
mengintegrasikannya dalam suatu kesatuan gerak dan arah organisasi akan menjadi
hal penting bagi peningkatan kapabilitas organisasi dalam mencapai tujuannya.
Menurut
Lunenburg dan Ornstein (2004:53), dalam proses Manajemen Sumberdaya Manusia,
terdapat enam program yaitu :
1. Human
resource planning
2. Recruitment
3. Selection
4. Professional
develepment
5. Performance
appraisal
6. Compensation
Human
resource planning merupakan
perencanaan Sumberdaya Manusia yang melibatkan pemenuhan kebutuhan akan
personel pada saat ini dan masa datang, dalam konteks ini pimpinan perlu
melakukan analisis tujuan pekerjaan syarat-syarat pekerjaan serta ketersediaan
personil.Recruitment adalah paya pemenuhan personil melalui
pencarian personil yang sesuai dengan kebutuhan dengan mengacu pada rencana
Sumber Daya Manusia yang telah ditentukan. Kemudian dari pendaptar yang
diperoleh dalam rekrutmen, dilakukanlah selection untuk
menentukan persenonil yang kompeten sesuai dengan persyaratan pekerjaan yang
ditetapkan.
Apabila
Personil yang dibutuhkan telah diperoleh, maka langkah Manajemen Sumber Daya
Manusia yang amat diperlukan adalah Professional development atau
pengembangan profesional yang merupakan upaya untuk memperbaiki, mengembangkan
dan meningkatkan kompetensi personil agar dapat memberikan kontribusi yang
lebih besar bagi kepentingan organisasi. Dalam hubungan ini maka diperlukan
upaya untuk melakukan penilaian kinerja (performance appraisal)sebagai
upaya untuk memahami bagaimana kondisi kinerja personil dalam organisasi yang
amat diperlukan dalam menentukan kebijakan kompensasi (compensation) serta
pengembangan kinerja dan karir personil.
Manajemen
Sumberdaya manusia dalam suatu organisasi pada dasarnya hanyalah suatu cara
atau metode dalam mengelola Sumber Daya Manusia agar dapat mendukung dalam
pencapaian tujuan organisasi, melalui upaya-upaya yang dapat mengembangkan
kompetensi dan kinerja Sumber Daya Manusia dalam menjalankan peran dan tugasnya
dalam suatu organisasi, oleh karena itu tujuan dari Manajemen Sumber Daya
Manusia adalah memanfaatkan dan mengembangkan sumberdaya manusia dalam
organisasi untuk bekerja dengan baik dalam mewujudkan tujuan organisasi. Menurut Wherther dan Davis
(1993:10) ”the purpose of human resources management is to improve the
productive contribution of people to the organization in an ethical and
sosially responsible way”. Sementara itu
secara rinci Wherther dan Davis (1993:11) menyatakan bahwa tujuan dari
pada manajemen sumberdaya manusia adalah :
a. ”Societal
objective. To be ethically and sosially responsible to the needs and
challange of society while minimizing the negative impact of such demand upon
thr organization
b. Organizational
objective. To recognize that human resource management exists to
contribute to organizational effectiveness. Human resource management is not an
end in itself; it is only a means to assist the organization with its primary
objectives. Simply stated, the departement exists to serve the rest
of the organization
c. Functional
objective. To maintain the department’s contribution at a level appropriate
to the organization’s needs. Resourcesare wasted when human resource management
is more or less sophisticated than the organization demand. The department’s
level of service must be tailored to the organization it serve
d. Personal
objective. To assisst employees in achieving their personal goal, at least
insofar as these goals enhance the individual’s contribution to the organization.
Personal objective of employees must be met if workers are to be maintained,
retained, and motivated. Otherwise, employee performance and satisfaction may
decline, and employees may leave the organization”
Manajemen Sumberdaya manusia mempunyai tujuan yang luas
dari mulai tujuan kemasyarakatan sampai tujuan personal, dalam hubungan ini
upaya mengelola Kinerja pegawai pada dasarnya merupakan upaya untuk membantu
pegawai dalam mencapai tujuannya dalam konteks peningkatan kontribusi
kinerjanya bagi organisasi. Oleh karenanya, Manajemen Sumber Daya Manusia sebagai salah satu bagian
dari Manajemen Organinisasi
secara keseluruhan jelas
akan berpengaruh pada bidang-bidang manajemen lainnya, karena pada dasarnya
semua organisasi itu bergerak dan berjalan karena adanya aktivitas dan kinerja
Sumber Daya Manusia yang bekerja dalam organisasi. Dengan demikian nampak bahwa
manajemen sumberdaya manusia sangat penting peranannya dalam suatu organisasi
termasuk dalam lembaga pendidikan seperti sekolah yang juga memerlukan
pengelolaan Sumberdaya manusia yang efektif dalam meningkatkan
kinerja organisasi melalui pengembangan kinerja individu yang bekerja di
dalamnya.
Tuntutan akan upaya peningkatan kualitas pendidikan pada dasarnya
berimplikasi pada perlunya sekolah mempunyai Sumber Daya Manusia pendidikan
baik Pendidik maupun Sumber Daya Manusia lainnya untuk berkinerja secara
optimal, dan hal ini jelas berakibat pada perlunya melakukan pengembangan
Sumber Daya Manusia yang sesuai dengan tuntutan legal formal seperti kualifikasi
dan kompetensi, maupun tuntutan lingkungan eksternal yang makin kompetitif di
era globalisasi dewasa ini, yang menuntut kualitas Sumber Daya Manusia yang
makin meningkat yang mempunyai sikap kreatif dan kinerja yang inovatif serta
siap dan mampu dalam menghadapi ketatnya persaingan.
Pengembangan Sumber Daya Manusia pendidik/Guru menjadi faktor yang akan
sangat menentukan dalam mendorong kinerja Guru agar semakin meningkat.
Peningkatan tersebut tidak hanya berimplikasi kuantitas namun juga kualitas
mengenai bagaimana kinerja mereka dilaksanakan, dan dalam kontek perubahan
dewasa ini kinerja inovatif menjadi suatu tuntutan yang makin mendesak untuk
dapat dilaksanakan oleh guru dalam melaksanakan peran dan tugasnya sebagai
pendidik sehingga dapat melahirkan lulusan yang kreatif dan inovatif yang dapat
bersaing di era global dewasa ini. Dengan demikian upaya untuk terus
mengembangkan kinerja guru menjadi suatu yang berperan penting dalam upaya
peningkatan kualitas pendidikan, dan hal ini memerlukan manajemen kinerja yang
tepat sesuai dengan konteks organisasi sekolah.
a. Konsep manajemen Kinerja
Meningkatnya kualitas Sumberdaya manusia akan termanifestasikan dalam
Kinerja SDM dalam melaksanakan tugas dan peran yang diembannya sesuai dengan
tuntutan Organisasi, oleh karena itu upaya mengelola dan mengembangkan Kinerja
individu dalam organisasi menjadi hal yang sangat penting dalam membangun dan
mengembangkan kemampuan organisasi untuk dapat berperan optimal dalam
masyarakat. Dalam hubungan ini, maka Manajemen Kinerja menjadi faktor yang
sangat strategis dalam upaya untuk terus meningkatkan dan mengembangkan Kinerja
Individu sesuai dengan tuntutan perubahan, baik tuntutan internal organisasi,
maupun tuntutan akibat dari factor eksternal, untuk itu berikut ini akan
dikemukakan beberapa pengertian tentang Manajemen Kinerja untuk memberi
pemahaman lebih jauh tentang Manajemen Kinerja.
Tabel 5.2. Pendapat para Pakar tentang Manajemen Kinerja
No
|
Pengertian
Manajemen kinerja
|
Pendapat
|
1.
|
Performance Management…
the process of identifying, evaluating, and developing the work performance
of employees in the organization
|
Russel
Landsbury dalam Stone (1991:92).
|
2.
|
Performance
management is a means of getting better results from the organization, teams,
and individuals by understanding and managing performance withing an agreed
framework of planned goal, standards and attribute/competence requirement
|
(Armstrong,
1995:23)
|
3.
|
Manajemen kinerja adalah komunikasi yang berlangsung
terus menerus, yang dilaksanakan berdasarkan kemitraan, antara seorang
karyawan dengan penyelia langsungnya
|
Bacal
(2001:3)
|
4.
|
Manajemen kinerja berkaitan dengan usaha, kegiatan atau
program yang diprakarsai dan dilaksanakan oleh pimpinan organisasi untuk
“merencanakan, mengarahkan dan mengendalikan prestasi karyawan
|
Ruky (2001:6)
|
5.
|
Performance
management.. means through which managers ensure that employees’ activities
and output congruent with the organization’s goals
|
(Noe, et al.,
2006:71)
|
6.
|
Performance
management. A broad process that requires managers to define, facilitate, and
encourage performance by providing timely feedback and constantly focusing
everyone’s attention on the ultimate objective
|
(Cascio,
2006:683)
|
7.
|
Manajemen kinerja merupakan gaya manajemen dalam
mengelola sumber daya yang berorientasi pad akinerja yang melakukan proses
komunikasi secara terbuka dan berkelanjutan dengan menciptakan visi bersama
dan pendekatan strategis serta terpadu sebagai kekuatan pendorong untuk
mencapai tujuan organisasi
|
Wibowo
(2007:9)
|
8.
|
Performance
management.. is the process by which executives, managers, supervisors work
to align employee performance with the firm’s goals
|
(Ivancevich, 2007:251)
|
Dari beberapa pengertian di atas nampak bahwa manajemen kinerja merupakan
suatu proses yang dapat mendorong pada pengembangan kinerja baik kinerja
individu, team, maupun organisasi kearah yang lebih baik dan berkualitas,
melalui komunikasi yang berkesinambungan antara pimpinan dengan pegawai sejalan
dengan apa yang diharapkan oleh organisasi. Manajemen kinerja memfokuskan diri
pada upaya untuk menjadikan kinerja sebagai pusat perhatian dalam meningkatkan
dan mengembangkan kinerja individu dan tim agar dapat memberi kontribusi yang
makin meningkat bagi organisasi sesuai dengan tujuan organisasi.
Dengan demikian manajemen kinerja dalam suatu organisasi menempati posisi
penting dalam meningkatkan kinerja organisasi yang akan sangat menentukan bagi
keberlangsungan organisasi dalam menjawab dan mengantisipasi perubahan yang
terjadi akibat globalisasi dengan tingkat persaingan yang makin tinggi. Darryl
D. Enos (2000:4-6) mengemukakan beberapa faktor kuat yang mendorong pada makin
pentingnya manajemen kinerja yaitu :
Competition
An increase in customer knowledge and demand
Rapid technology changes
Human resources needs and desires
The human being have a powerful need to be competent
Incredible and growing knowledge availability
Dengan kondisi yang
demikian, maka upaya untuk terus mengembangkan kinerja ke arah yang lebih
sesuai dengan tujuan organisasi serta tuntutan perubahan menjadi suatu hal yang
sangat strategis dalam suatu organisasi, apalagi bila mengingat bahwa perubahan
yang terjadi di masyarakat sangat cepat dan memerlukan respon yang adaptif dan
proaktif, oleh karena itu manajemen kinerja dapat menjadi cara yang tepat dan
menentukan bagi upaya untuk meningkatkan kemampuan dan kinerja organisasi dari
mulai tingkatan strategis organisasi sampai dengan tingkatan individu dalam
menghadapi semua tuntutan akibat perubahan yang terjadi.
b. Tujuan Manajemen Kinerja
Manajemen kinerja mempunyai cakupan yang luas dari mulai tingkatan organisasi
sampai dengan tingkatan individu pegawai, hal ini sejalan dengan pendapat
Murray Ainsworth, Smith dan Millership (2002) yang menyatakan bahwa manajemen
kinerja dapat dilihat dari sudut Organisasi, dari sudut tim dan individu. Dari
sudut organisasi, manajemen kinerja menunjukan kinerja organisasi yang mencakup
konsep visi, spesifikasi misi, pengembangan strategi serta spesifikasi tujuan,
sementara itu dari sudut tim dan individu manajemen kinerja menunjukan kinerja
individu atau tim yang mencakup perencanaan untuk individu atau tim, pengukuran
kinerja, penilaian kinerja, dan diagnosis serta bantuan bagi individu atau
kelompok untuk mengembangkan kinerjanya
Manajemen kinerja menduduki peran penting baik dilihat dari segi individu
maupun organisasi dalam kegiatan suatu organisasi, hal ini karena pada dasarnya
Manajemen Kinerja dapat membantu upaya organisasi dalam rangka mengembangkan
dan meningkatkan kinerja agar sesuai dengan apa yang diharapkan oleh
organisasi, Performance Management is a process which is designed to
improve organizational, team and individual performance and which is owned and
driven by line managers (Armstrong, 1995:13). Menurut Bacal
(2001:4) manajemen kinerja meliputi upaya membangun harapan yang jelas serta
pemahaman tentang :
fungsi kerja esensial yang diharapkan dari para karyawan
seberapa besar kontribusi pekerjaan karyawan bagi pencapaian tujuan
organisasi
apa arti konkritnya “melakukan pekerjaan dengan baik”
bagaimana karyawan dan penyelia bekerja sama untuk mempertahankan,
memperbaiki, maupun mengembangkan kinerja karyawan yang sudah ada sekarang
bagaimana prestasi kerja diukur
mengenali bagaimana hambatan kinerja dan bagaimana menyingkirkannya
manajemen kinerja menduduki
posisi strategis dalam suatu organisasi, upaya untuk terus meningkatkan
kemampuan dan kinerja organisasi dalam menghadapi tuntutan dan tantangan yang
datang baik dari dalam maupun dari luar akan sangat ditentukan oleh bagaimana
organisasi mengelola kinerjanya dalam melaksanakan perannya di masyarakat.
Kedudukan penting dari manajemen kinerja tersebut disebabkan oleh tujuannya
yang secara spesifik untuk meningkatkan/memperbaiki pencapaian tujuan,
pengetahuan, keterampilan dan kompetensi yang menyeluruh serta untuk
meningkatkan keefektifan kinerja sehari-hari (Armstrong, 1995:23), dengan
demikian tujuan utama dari sistem manajemen kinerja adalah untuk meningkatkan
kinerja organisasi, tim dan individu dalam suatu keterkaitan (Ainsworth, et al,
2002:29).
Selain
menciptakan keterkaitan antara tataran organisasi dan individu, serta penentuan
target kinerja, langkah lainnya yang sama penting dalam konteks manajemen
kinerja adalah menentukan :
when and how the individual receives feedback and coaching about progress
he or she is making against these targets
how these targets are reiviewed
what assistance he or she needs to meet these targets, and
what specific training and development he or she needs, both ini the short
and in the longer term (Ainsworth, et al, 2002:30)
Manajemen kinerja akan
dapat membantu organisasi dalam mengintegrasikan tujuan organisasi, team dan
individu serta guna mencapai suatu perubahan budaya dan prilaku dalam kinerja
melalui upaya pemberdayaan dan pengembangan personal pegawai sehingga dapat
dicapai suatu tingkat kinerja organisasi yang tinggi secara keseluruhan,
sementara itu Carnegie Human Resources Management (2007:3) menyatakan sebagai
berikut
Performance management is a continuous
process of supervisors and employees working together to:
Set performance expectations linked to organizational objectives;
Establish criteria against which individual and unit performance can be
measured;
Identify areas for competency improvement;
Provide performance feedback;
Continually enhance performance.
The goal of performance management is
to help employees improve their performance and their effectiveness.
Proses kerjasama yang
terus menerus antara pimpinan/supervisor dan pekerja menjadi hal utama dalam
manajemen kinerja dalam menentukan harapan kinerja yang terkait dengan tujuan
organisasi, menentukan kriteria dan pengukuran kinerja individu, menentukan
upaya perbaikan, menyediakan umpan balik serta peningkatan/pengembangan kinerja
yang berkesinambungan.
Armstrong (1995:25), secara lebih rinci mengemukakan tujuan dari manajemen
kinerja mencakup hal-hal berikut:
Achieve sustainable improvements in organizational performance
act as a lever for change in developing a more performance orientated
culture
increase the motivation ond commitment of employees
enable individuals to develop their abilities
develop constructive and open relationships between individuals and their
managers
provide a framework for the agreement of objectives as expressed in targets
and standards of performance
focus attention on the attributes and competences required to perform
effectively and what should be done to develop them
provide for accurate and objective measurement and assessment of
performance
to enable individual with their managers to agree improvement plans and
methods of implementing them
provide opportunity for individuals to express their aspiration and
concerns about their work
provide a basis for rewarding people
demonstrate to everyone that organization values them as individuals
assist in empowering people – giving people more scope to take
responsibility for the exercise control over their work
help to retain high quality people
support total quality management initiatives
tujuan manajemen kinerja
sebagaimana dekemukakan di atas, menunjukan suatu keterkaitan antara tujuan
yang bersifat organisasi dan tujuan individu dalam konteks organisasi, hal
penting berkaitan dengan pegawai adalah tujuan dalam meningkatkan kompetensi dan
kinerja pegawai dalam memberikan kontribusi bagi organisasi, ini berimplikasi
pada perlunya organisasi mendorong pada terciptanya kondisi yang memungkinkan
setiap pegawai mengembangkan kompetensi dan kemampuannya dalam mengembangkan
kinerja mereka dalam organisasi, dan upaya tersebut jelas merupakan suatu
proses yang berkelanjutan dalam kerangka membangun dan mengembangkan organisasi
agar lebih mampu dalam menghadapi berbagai tantangan perubahan yang terjadi di
masyarakat.
c. Proses manajemen Kinerja
Manajemen kinerja merupakan suatu proses sistematis, terdiri dari
langkah-langkah yang mencakup perencanaan kinerja, riview dan diskusi kinerja,
evaluasi kinerja dan tindakan adaptif dan korektif untuk mengembangkan strategi
dalam mengatasi gap/kesenjangan kinerja (Ainsworth, et al, 2002:31). Proses
manajemen kinerja melakukan pendekatan yang bersifat menyeluruh (holistik)
untuk mengelola kinerja yang menjadi kepentingan organisasi, karena manajemen
kinerja bersangkutan dengan masalah pengelolaan semua sumber daya dalam
organisasi yang menjadi masukan, proses pelaksanaan kinerja, hasil kinerja, dan
manfaat serta dampak dari suatu kinerja (Wibowo, 2007:18). Dengan demikian
manajemen kinerja mencakup suatu proses pelaksanaan kinerja, tentang bagaimana
kinerja dijalankan.
Dengan demikian, manajemen kinerja merupakan suatu proses yang
berkesinambungan, melakukan pengembangan dan perbaikan secara berkelanjutan
atas kinerja, disamping keterkaitannya dengan penciptaan budaya dimana
pembelajaran dan pengembangan organisasi dan individu. Proses tersebut sudah
tentu terdiri dari langkah-langkah yang menurut Ainsworth, et al., (2002:32)
langkah-langkah tersebut merupakan suatu siklus yang berjalan secara terus
menerus, yang bila digambarkan nampak sebagai berikut :
Performance Planning
|
Corrective and adaptive action
|
Regular review and discussion of performance
|
Evaluate performance
|
Formal
performance review discussion (include self-assesment annually
|
Identify
performance improvement and development needs and agreed on improvement and
development plan annually
|
Action taken
to achieve individual goals and targets
|
Action taken
to implement performance improvement and development plan
|
Establish, agree to and commit to performance
objectives, goals and targets annually
|
Mutually
review progress against objectives on an agreed regular basis quarterly
|
Reward
|
Regular feedback
|
Regular feedback
|
Regular feedback
|
Regular feedback
|
Gambar 5.3. The Performance Management Cycle
(Sumber: Ainsworth, et al., 2002:32)
Perencanaan kinerja merupakan tahapan awal yang dilakukan dalam Manajemen
kinerja. Dalam tahapan ini tujuan dan target kinerja ditentukan melalui
komunikasi yang efektif antara pimpinan dengan pegawai/karyawan. Dalam
perencanaan kinerja dirancang kegiatan yang harus dilakukan untuk mencapai
tujuan organisasi, dan untuk melakukan hal tersebut, menurut Wibowo (2007:35)
diperlukan penyediaan sumber daya yang diperlukan serta waktu untuk
melakukannya.
Setelah rencana kinerja tersusun dan disepakati bersama oleh pimpinan
dengan pegawai, tahapan berikutnya yang perlu dilakukan dalam manajemen kinerja
adalah riview kinerja serta mendiskusikannya. Riview kinerja ini dimaksudkan
untuk melihat apakah kinerja yang dilakukan pegawai telah sesuai dengan tujuan
dan target yang telah ditetapkan. Tahapan ini dilakukan dengan cara pimpinan
dan pegawai mendiskusikannya dengan mengacu pada rencana kinerja, dan bila
ditemukan berbagai masalah maka upaya pemecahannya dilakukan secara bersama,
sehingga perbaikan yang diperlukan didasarkan pada hasil pemikiran
bersama antara pimpinan dengan pegawai. Riview dan diskusi kinerja sangat
penting dalam rangka mengidentifikasi hambatan yang dihadapi oleh
pegawai dalam mencapai tujuan dan rencana kinerja, mengidentifikasi bantuan apa
yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan rencana kinerja serta mengkaji apakah
tujuan kinerja yang ditetapkan masih relevan atau perlu dilakukan penyesuaian
(Ainsworth, et.al, 2002:33).
Penyesuaian dalam manajemen kinerja merupakan hal penting sebagai upaya
untuk terus menerus memperbaiki kualitas kinerja, apalagi jika mengingat pada
perubahan lingkungan organisasi yang amat cepat berubah baik dalam lingkungan
internal maupun eksternal, sehingga adaptasi terhadapnya jelas memerlukan
penyesuaian yang cepat dan tepat, agar organisasi dan kinerja pegawai dapat
selalu memenuhi tuntutan yang berubah tersebut
Evaluasi kinerja merupakan tahapan penting lainnya dalam manajemen kinerja.
Evaluasi kinerja dapat dilakukan oleh pegawai itu sendiri (self-assessment)
maupun oleh pimpinan. Pimpinan perlu menggali data dan informasi yang akurat
berkaitan dengan kinerja pegawai, dan tahapan riview dapat memberi gambaran
akan kondisi kinerja pegawai, sehingga dapat menjadi salah satu sumber
informasi bagi penilaian kinerja.
Namun demikian penyesuaian itu tidak menjadi akhir dari manajemen kinerja,
sebab diperlukan langkah berikutnya yakni evaluasi terhadap kinerja yang telah
disesuaikan. Oleh karena itu tahapan berikutnya adalah tindakan koreksi dan
penyesuaian kembali, dalam tahapan ini tindakan untuk memperbaiki kinerja
dengan acuan rencana menjadi hal penting, namun demikian upaya untuk melakukan
penyesuaian kembali juga perlu dilakukan, dan hal ini akan berkaitan dengan
upaya lanjutan dalam mengembangkan dan meningkatkan kinerja pegawai. Upaya ini
perlu dituangkan dalam suatu rencana pengembangan (development plan) kinerja
sesuai dengan hasil evaluasi dan tuntutan akan peran organisasi yang terus
meningkan dalam era perubahan dewasa ini.
Sementara itu Lansbury dalam Stone (1991:91) mengemukakan proses manajemen
kinerja sebagai berkut :
Organizational Planning
|
Individual Planning
|
Action to improve performance
of individual
of the
Organization
|
Appraising and councelling
In term of
performance
In regard to
needs
|
Riview and Evaluation
of
Objective
of
Performance
|
Gambar
5.3. The Process of Performance Management
(Sumber Lansbury dalam Stone (1991:91)
dari bagan tersebut nampak bahwa pada prinsipnya proses manajemen
kinerjas selalu dimulai dengan tahapan perencanaan kinerja sebagai dasar untuk
melihat, meriview dan mengevaluasi kinerja dan kemudian upaya-upaya
penyesuaian, pengembangan dan perbaikan dilakukan guna mencapai tujuan dan
target kinerja sesuai dengan perencanaan kinerja yang telah ditetapkan serta
tuntutan perubahan yang terjadi baik dalam internal organisasi maupun dari
lingkungan eksternal.
Dalam
implementasi Manajemen kinerja, sinkronisasi antara tujuan dan target kinerja
individu dan organisasi menjadi prasyarat penting yang akan menentukan pada
efektivitas manajemen kinerja, apabila terjadi ketidak sinkronan, maka riview
dan evaluasi kinerja akan sulit dilakukan. Bila hal ini tidak dapat dilakukan
maka upaya perbaikan, pengembangan kinerja pegawai tidak dapat dilakukan,
sehingga tujuan dari manajemen kinerja tidak akan tercapai. Oleh karena itu
komunikasi antara pimpinan dan pegawai harus dilakukan secara berkesinambungan
untuk dapat secara dini mendeteksi berbagai kemungkinan hambatan kinerja
individu yang juga akan berdampak pada kinerja organisasi, sehingga tujuan
organisasi tidak dapat dicapai
d. Penilaian Kinerja
Kinerja baik secara individu maupun organisasi mempunyai peran yang besar
dalam keberlangsungan organisasi menjalankan peran dan tugasnya di masyarakat,
setiap organisasi perlu memperhatikan bagaimana upaya untuk terus meningkatkan
kinerja karyawannya agar dapat memberi kontribusi optimal bagi meningkatnya
kinerja organisasi. Dengan demikian perhatian pada kinerja harus menjadi fokus
dan semangat organisasi sebagaimana dikemukakan oleh Peter F Drucker yang
dikutif oleh V.P. Michael (1989:30) “The focus of the organization
must be on performance. The first requirement of the spirit of organization is
high performance standard, for the group as well as for each individual”
Untuk itu organisasi perlu memahami bagaimana kondisi kinerja pegawai untuk
dapat melakukan pengelolaan dan pengembangan bagi kepentingan organisasi, untuk
itu diperlukan suatu penilaian kinerja dalam rangka tersebut. Penilaian Kinerja
merupakan tahapan penting dalam manajemen kinerja sustu organisasi, dalam
tahapan ini dapat diperoleh informasi yang dapat dijadikan dasar bagi kebijakan
yang berkaitan dengan pengembangan Sumberdaya Manusia, baik itu kebijakan
penggajian, promosi, demosi dan sebagainya. Penilaian kinerja merupakan suatu
kegiatan guna menilai prilaku pegawai dalam pekerjaannya baik secara kualitatif
maupun kuantitatif. Berikut ini akan dikemukakan beberapa pengertian penilaian
kinerja yang dikemukakan para pakar :
Tabel 5.5. Pendapat Para Pakar
tentang Penilaian kinerja
No
|
Pengertian k Penilaian inerja
|
Pendapat
|
1.
|
“Performance
appraisal may be defined as a process of arriving at judgement about an
individual’s past or present performance against the background of his/her
environment and about his/her future potential for an organization”,
|
Castetter
(1996:270)
|
2.
|
“evaluasi kinerja adalah proses dimana kinerja
perseorangan dinilai dan dievaluasi. Ini dipakai untuk menjawab pertanyaan,
seberapa baikah kinerja seseorang karyawan pada suatu periode tertentu ?”
|
Robert
Bacal (2001:113)
|
3.
|
Penilaian pelaksanaan pekerjaan (kinerja) adalah
suatu sistem yang dugunakan untuk menilai dan mengetahui sejauh mana seorang
telah melaksanakan pekerjaan masing-masing secara keseluruhan, lebih lanjut
menyatakan bahwa
|
John Suprihanto (2000:1)
|
4.
|
Performance
appraisal is a formal management system that provides for the
evaluation of the quality of individual’a performance in an organizatioan
|
Dick Grote
(2002:1)
|
5.
|
Performance
appraisal is the process of determining how well individuals are meeting the
work requirements of their job
|
Rothwell
(2005:193)
|
Dari beberapa pengertian di atas, nampak bahwa penilaian kinerja pada
dasarnya merupakan langkah yang diperlukan untuk mengetahuai kondisi kinerja
pegawai. Pengetahuan ini akan sangat membantu dalam mengelola dan memanfaatkan
pegawai dan mengembangkannya untuk pencapaian tujuan organisasi. Dengan
penilaian kinerja dapat diketahui bagaimana prestasi kerja pegawai, kinerja
yang terjadi, serta potensi-potensi yang mungkin dapat dikembangkan bagi kepentingan
organisasi.
Dengan demikian, penilaian Kinerja
atau penilaian prestasi kerja merupakan langkah penting dalam
melihat suatu kondisi organisasi serta orang-orang yang berada di dalamnya,
sehingga dapat diperoleh informasi penting bagi pengembangan
organisasi baik secara individual maupun kelembagaan. Secara umum
perlunya penilaian kinerja menurut Gary Dessler (1998:2) adalah
untuk memberikan informasi tentang dapat dilakukannya promosi dan penetapan
gaji dan memberi peluang untuk meninjau prilaku yang berhubungan dengan kinerja
bawahan/pegawai. Adapun tujuan dari penilaian kinerja Castetter (1996:277)
menyatakan sebagai berikut :
“most of the purpose of evaluation
can be grouped into the five following categories:
(a) determine
personnel employment status
(b) implement
personnel action
(c) improve
individual performance
(d) achieve
organizational goals, and
(e) translate
the authority system into control that regulate performance
Mengetahui kondisi yang
ada dari kinerja pegawai serta bagaimana meningkatkan kinerja mereka merupakan
hal penting dalam upaya meningkatkan kemampuan organisasi mencapai tujuan yang
telah ditetapkan, dengan adanya penilaian kinerja, manajemen organisasi dapat
mengelola Sumber Daya manusia secara efektif dan efisien, serta dapat
ditentukan pengembangan SDM yang bagaimna yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan kualitas kinerja pegawai.
Sementara itu menurut Ahmad S Ruky (2001:20-21) penilaian
prestasi kerja mempunyai tujuan :
1. Meningkatkan
prestasi kerja karyawan baik secara individu maupun sebagai kelompok.
2. Mendorong
kinerja Sumber Daya Manusia secara keseluruhan yang direfleksikan dalam
kenaikan produktivitas.
3. Merangsang
minat dalam pengembangan pribadi dengan tujuan meningkatkan hasil kerja dan
prestasi kerja.
4. Membantu
perusahaan untuk dapat menyusun program pengembangan dan pelatihan karyawan
yang lebih tepat guna.
5. Menyediakan alat/sarana untuk membandingkan prestasi kerja pegawai
dengan gajinya atau imbalannya
6. Memberikan
kesempatan pada pegawai untuk mengeluarkan perasaannya tentang pekerjaan atau
hal-hal yang ada kaitannya
lebih lanjut menurut Wayne
F. Cascio (dalam Sahlan Asnawi,1999:145) sebagaimana
dikutif olehSahlan Asnawi penilaian Kinerja bertujuan :
1. sebagai
dasar pemberian reward and punishment
2. sebagai
kriteria dalam riset personil
3. sebagai
prediktor
4. sebagai
dasar untuk membantu merumuskan tujuan program training
5. sebagai
feedback bagi karyawan itu sendiri
6. sebagai
bahan kaji bagi organisasi dan pengembangannya
dengan demikian penilaian
kinerja dalam setiap organisasi mutlak diperlukan, karena akan
mendorong peningkatan kualitas organisasi serta unsur-unsur di dalam organisasi
yang bersangkutan. Evaluasi atau penilaian Kinerja dapat menjadi landasan
penting bagi upaya meningkatkan produktivitas suatu organisasi serta dapat
menjadi umpan balik atas kinerja untuk melihat hubungannya dengan tujuan dan
sasaran sebagaimana dikemukakan oleh para akhli dari LAN bahwa
evaluasi kinerja merupakan suatu
proses umpan balik atas kinerja di masa lalu yang berguna untuk meningkatkan
produktivitas di masa mendatang. Sebagai suatu proses yang berkelanjutan,
evaluasi kinerja menyediakan informasi mengenai kinerja dalam
hubungannya terhadap tujuan dan sasaran (2001:6)
dengan memahami uraian di
atas nampak bahwa masalah kinerja merupakan hal yang sangat penting untuk
mendapat perhatian sungguh-sungguh dalam setiap organisasi. Untuk itu posisi penilaian
kinerja menjadi sangat penting sebagai upaya untuk memahami kondisi kinerja
aktual dalam perbandingannya dengan kinerja seharusnya yang diharapkan oleh
suatu organisasi, dan untuk melaksanakan penilaian kinerja dengan baik
diperlukan persyaratan tertentu dimana Cascio(dalam Glueck,
1982:393) mengemukakan delapan persyaratan agar evaluasi kinerja dapat berhasil
dengan baik yaitu :
1. Appraisal should
be based on analysis of job requirements and performance standards
2. Performance
standards must be behaviourally based
3. They
must be understood by employees
4. Each
performance dimension should contain only homogeneous activities so as to
minimize overlap among dimension
5. Abstract
trait names should be avoided
6. scale
anchors should be brief and logically consistent
7. The
system must be validated
8. A
mechanism for employee appeal must be provided
Suatu hal yang sangat
penting dalam penilaian kinerja adalah obyektivitas, artinya penilaian tidak
boleh didasarkan pada suka tidak suka melainkan harus mengacu pada suatu yang
obyektif dan baku, untuk itu diperlukan penentuan standar atau
ukuran-ukuran kinerja yang dapat digunakan untuk melakukan evaluasi terhadap
kinerja.
Dalam mewujudkan kinerja yang baik diperlukan evaluasi, baik evaluasi
proses ataupun evaluasi hasil akhir, dan agar penilaian kinerja itu dapat
mencapai tujuannya, maka dalam pencapaian tersebut diperlukan pedoman-pedoman
yang merupakan dasar bagi penilaian agar diperoleh tingkat obyektifitas yang
baik. Dengan demikian untuk mengetahui kualitas kinerja seorang pegawai atau
karyawan diperlukan suatu performance appraisal atau penilaian
kinerja, dan hal ini dapat dilakukan bila ada standar kinerja sebagai dasar
agar dapat diketahui perbandingan antara kinerja aktual dengan kinerja yang
ideal (seharusnya). Standar kinerja dimaksudkan untuk menjaga agar
penilaian kinerja yang dulakukan dapat bersifat objektif.
Lebih jauh agar obyektivitas dalam penilaian kinerja dapat tercipta, maka
perlu dihindari beberapa kesukaran dalam pelaksanaannya yaitu :
1. kekurangan
standar
2. standar
yang tidak relevan atau subyektif
3. standar
yang tidak realistis
4. ukuran
yang jelek atas kinerja
5. kesalahan
menilai
6. umpan
balik yang jelek terhadap karyawan
7. komunikasi
yang negatif
8. kegagalan
untuk menerapkan data evaluasi (Gary Dessler. 1998:4)
apabila masalah-masalah
seperti tersebut di atas dapat dihindari, maka pelaksanaan penilaian kinerja
dapat dipertanggung jawabkan dalam segi keobyektifannya, serta tujuan
dilaksanakannya penilaian kinerja dapat tercapai secara optimal sehingga dapat
diperoleh manfaat yang besar bagi peningkatan kinerja dan produktivitas
organisasi.
E. Pengembangan
Kinerja
Sebagaimana dikemukakan terdahulu,
bahwa manajemen kinerja merupakan suatu upaya untuk mencapai peningktan yang
terus menerus dalam kinerja baik kinerja individu pegawai maupun kinerja
organisasi, maka upaya untuk mengembangkan dan meningkatkan kinerja menjadi hal
yang amat menentukan dalam pencapaian tujuan organisasi. Proses manajemen kinerja pada
akhirnya harus dapat membantu organisasi dalam mengidentifikasi kesenjangan
kinerja antara kinerja aktual dengan kinerja yang diharapkan sesuai rencana dan
target kinerja yang telah ditentukan. Disamping itu, meningkatnya tuntutan
masyarakat akan peran organisasi serta perubahan dalam kehidupan sosial,
ekonomi dan budaya masyarakat sebagai dampak dari globalisasi dewasa ini, jelas
memerlukan respon organisasi untuk secara terus menerus melakukan peninjauan
akan rencana dan target kinerjanya, agar respons organisasi terhadap semua itu
akan tepat dan efektif, sehingga peran organisasi akan tetap dirasakan secara
lebih baik dan meningkat oleh masyarakat.
Dengan demikian, maka diperlukan
upaya organisasi untuk terus menerus mengembangkan kinerja pegawai agar dapat
mengantisipasi berbagai perubahan yang terjadi di masyarakat. Pengembangan
kinerja pegawai ini harus merupakan suatu keterkaitan dengan tujuan dan
strategi organisasi. Oleh karena itu pengembangan dan peningkatan kinerja
pegawai perlu dilakukan dalam bingkai organisasi yang dapat mengkondisikan dan
mendorong terjadinya proses pengembangan dan peningkatan kinerja individu
pegawai. Pengembangan kinerja individu pegawai harus merupakan penjabaran dari
rencana strategi organisasi agar arah dan tujuan serta target kinerja yang
ingin dicapai dan dikembangkan menjadi bagian yang terintegrasi dengan tujuan
organisasi.
Pengembangan Kinerja Sumber daya Manusia
dalam organisasi merupakan suatu proses yang berkelanjutan, Zwell (2000:287)
berpendapat bahwa siklus proses pengembangan kinerja terdiri dari tiga tahapan
yaitu tahap perencanaan kinerja, tahap eksekusi yang mencakup monitoring
perkembangan, coaching, supervisi dan penyesuaian rencana, dan tahap penilaian
atas hasil kerja, sementara itu menurut Rampersad (2003:144) Pengembangan
merupakan suatu siklus yang terdiri dari Result Planning, Coaching, Appraisal,
dan Job-oriented Competence Development, yang bila digambarkan nampak sebagai
berikut :
Job-oriented Competence Development
|
Appraisal
|
Coaching
|
Result Planning
|
Gambar 5.4. Siklus Pengembangan
(Sumber: Rampersad 2003)
Perencanan hasil berkaitan dengan
kriteria persetujuan hasil berdasarkan tujuan kinerja dan pemilihan kompetensi
yang mendukung pada kinerja tersbut. Coaching adalah kerjasama antara pimpinan
dan pegawai untu mendiskusikan kemajuan pegawai, melakukan bimbingan
individual, pengujian dan penyesuaian persetujuan, serta pemberian umpan balik.
Penilaian dimaksudkan untuk melihat apakan seluruh kesepakatan terpenuhi.
Pengembangan kompetensi yang berorientasi pekerjaan adalah tahapan dimana
pengembangan kompetensi pegawai dilakuakkan melalui berbagai kegiatan seperti
kursus-kursus atau pelatihan dalam pekerjaan atau kegiatan lain yang merupakan
program pengembangan pegawai.
Dengan melihat pada pentingnya
pengembangan pegawai bagi peningkatan kinerja organisasi secara keseluruhan,
maka upaya untuk mengembangkan kinerja pegawai secara individual perlu menjadi
bagian dari strategi organisasi, oleh karena itu aplikasi dari manajemen
kinerja dalam organisasi harus dapat memungkinkan kondusifitas organisasi bagi
terjadinya pengembangan yang berkesinambungan. Menurut Enos (2000:54) titik
awal (starting point) dari upaya pengembangan dan peningkatan kinerja adalah
perlunya menjadikan organisasi sebagai pembelajar (Learning Organization),
pentingnya pembelajaran dalam konteks pengembangan dan peningkatan kinerja juga
dikemukakan oleh Rampersad (2003) dalam bukunya Total Performance
Scorecard (TPS) yang menyatakan bahwa terdapat tiga komponen
penting dalam TPS yaitu Perbaikan, Pengembangan dan Pembelajaran. Ketiga
komponen tersebut amat penting dalam upaya mendorong pada terwujudnya kinerja
organisasi dan kinerja individu yang tinggi, yang berarti bahwa organisasi
perlu mempunyai orientasi pada pembelajaran yang tinggi, karena baik
peningkatan maupun pengembangan semuanya melibatkan aktivitas
belajar.
Dengan demikian maka
pengembangan organisasi menjadi organisasi pembelajar dapat mendorong pada
pengembangan kinerja baik secara individu maupun organisasi. Organisasi
pembelajar adalah organisasi yang seluruh anggotanya mempunyai orientasi pada
pembelajaran sehingga pembelajaran terjadi dari mulai tingkatan individu sampai
ke tingkatan organisasi. Dengan terwujudnya organisasi pembelajar, maka upaya
pengembangan dan perbaikan kinerja individu pegawai akan menjadi bagian dari
sikap dan prilaku pegawai dalam menjalankan tugasnya, karena semua anggota
organisasi menjadikan belajar sebagai bagian tak terpisahkan dari pelaksanaan
peran dan tugas yang menjadi tanggung jawabnya dalam organisasi.
Terwujudnya organisasi pembelajar
pada dasarnya merupakan kondisi yang menjadi prasarat bagi pengembangan dan
peningkatan kinerja individu pegawai, sebab peran individu itu sendiri di
dalamnya akan juga menentukan pada keberhasilannya. Menurut Enos (2000:131)
peran individu pegawai dalam pengembangan kinerjanya amat penting untuk
diperhatikan, sebab setiap program peningkatan kinerja hendaknya mendorong
upaya untuk mengembangkan individu, sehingga individu akan menyadari tentang
perlunya pengembangan kinerjanya dan tentang apa dan bagaimana mengembangkan
dan meningkatkannya. Disamping itu perhatian pada individu pegawai juga perlu
agar dapat menghubungkan antara tujuan individu pegawai dengan tujuan
organisasi, dengan keterhubungan ini, individu pegawai akan makin terdorong
untuk mengembangkan dan meningkatkan kinerjanya.
Pengembangan kinerja individu
yang efektif memerlukan sistem manajemen kinerja yang yang tepat, secara umum,
Enos (2000:136) mengemukakan Garis-garis besar sistem manajemen kinerja yang
dirancang dengan baik (well-designed performance management system) yang
meliputi : 1) pernyataan yang jelas akan tujuan organisasi/tim yang
memungkinkan kinerja individu terarah pada tujuan serta sebagai dasar evaluasi
kinerja; 2) identifikasi yang jelas akan kompetensi utama yang diperlukan oleh
pekerjaan; 3) manajemen kinerja hendaknya menggunakan metode kolaborasi dalam
mengembangkan kinerja individu serta menentukan indikator kinerja kunci; 4)
melakukan feedback atau umpan balik secara teratur atas kinerja, dan 5)
organisasi hendaknya menyediakan kesempatan pelatihan dan pengembangan untuk
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan pegawai yang dapat mendukung pada
tercapainya kinerja tingkat tinggi (high-level performance)
Upaya untuk mengembangkan dan
meningkatkan kinerja pegawai pada dasarnya merupakan suatu kebutuhan
organisasi yang tidak pernah berakhir, ini disebabkan pengembangan dan
peningkatan kinerja tidak hanya dilakukan jika terjadi kesenjangan antara
kinerja aktual dengan kinerja yang diharapkan, tapi juga pengembangan dan
peningkatan tersebut harus tetap dilakukan meskipun tidak terjadi kesenjangan,
sebab perubahan lingkungan eksternal organisasi yang sangat cepat dewasa ini
akan mendorong pada meningkatnya tuntutan yang lebih tinggi pada organisasi.
Oleh karena itu, diperlukan Strategi pengembangan dan
peningkatan kinerja pegawai yang berkesinambungan, Pendidikan dan Pelatihan
nampaknya perlu mendapat perhatian dalam mengembangkan dan meningkatkan
kinerja, namun hal yang akan menentukan pelaksanaan pendidikan dan pelatihan
adalah bagaimana organisasi melihat dan memperlakukan kegiatan pembelajaran
dalam organisasi, oleh karena itu strategi pengembangan organisasi
ke arah organisasi pembelajar (Learning Organization) menjadi amat penting agar
pengembangan dan peningkatan kinerja pegawai menjadi suatu bagian yang tak
terpisahkan dari organisasi. Kondisi organisasi yang demikian akan dapat
memberikan dorongan untuk terjadinya proses pengembangan kinerja pegawai yang
efektif, karena kondisi tersebut merupakan salah satu fondasi bagi pengembangan
kinerja (Zwell, 2000:287; Ivancevich, 2007:401).
F. Pengembangan Kinerja Guru
Sebagai suatu organisasi, dalam Sekolah terdapat kerja sama kelompok orang
(kepala sekolah, guru, Staf dan siswa) yang secara bersama-sama ingin mencapai
tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Semua komponen yang ada di sekolah
merupakan bagian yang integral, artinya walaupun dalam kegiatannya melakukan
pekerjaan sesuai dengan fungsi masing-masing tetapi secara keseluruhan
pekerjaan mereka diarahkan pada pencapaian tujuan organisasi sekolah. Sebagai
salah satu anggota Organisasi Sekolah, Tenaga pendidik/guru menduduki peran
yang amat penting dalam proses pendidikan dan pembelajaran dalam mempersiapkan
peserta didik untuk mencapai kompetensi-kompetensi yang telah ditetapkan
Sebagaimana diketahui, Salah satu bidang penting dalam Administrasi
/Manajemen Pendidikan adalah berkaitan dengan Personil/Sumberdaya manusia yang
terlibat dalam proses pendidikan, baik itu Pendidik seperti guru maupun tenaga
Kependidikan seperti tenaga Administratif. Intensitas dunia pendidikan berhubungan
dengan manusia dapat dipandang sebagai suatu perbedaan penting antara lembaga
pendidikan/organisasi sekolah dengan organisasi lainnya, ini sejalan dengan
pernyataan Sergiovanni, et.al (1987:134) yang menyatakan bahwa:
”Perhaps the most critical difference
between the school and most other organization is the human intensity that
characterize its work. School are human organization in the sense that their
products are human and their processes require the sosializing of humans”
ini menunjukan bahwa masalah
sumberdaya manusia menjadi hal yang sangat dominan dalam proses
pendidikan/pembelajaran, hal ini juga berarti bahwa mengelola sumberdaya
manusia merupakan bidang yang sangat penting dalam melaksanakan proses
pendidikan/pembelajaran di sekolah, dan diantara SDM tersebut yang paling berhubungan langsung dengan kegiatan
pendidikan/pembelajaran adalah Guru, sehingga bagaimana kualitas kinerja
Pendidik/Guru dalam proses pembelajaran akan memberikan dampak yang sangat
besar bagi kualitas hasil pembelajaran, yang pada akhirnya akan menentukan pada
kualitas lulusannya
Seorang guru mau menerima sebuah pekerjaan sebagai pendidik, jika ia
mempersiapkan diri dengan kemampuan untuk melaksanakan tugas tersebut sesuai
dengan yang dituntut oleh organisasi (sekolah). Dan dalam menjalankan perannya sebagai pendidik, kualitas kinerja mereka
merupakan suatu kontribusi penting yang akan menentukan bagi keberhasilan
proses pendidikan di Sekolah. Oleh karena itu perhatian pada pengembangan
kinerja guru untuk terus meningkat dan ditingkatkan menjadi hal yang amat
mendesak, apalagi apabila memperhatikan tuntutan masyarakat yang terus
meningkat berkaitan dengan kualitas pendidikan, dan hal ini tentu saja akan
berimplikasi pada makin perlunya peningkatan kualitas kinerja guru.
Pada hakikatnya kinerja guru adalah prilaku yang dihasilkan seorang guru
dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik dan pengajar ketika mengajar di
depan kelas, sesuai dengan kriteria tertentu. Kinerja seseorang Guru akan
nampak pada situasi dan kondisi kerja sehari-hari. Kinerja dapat
dilihat dalam aspek kegiatan dalam menjalankan tugas dan cara/kualitas dalam
melaksanakan kegiatan/tugas tersebut.
Dengan pemahaman mengenai konsep kinerja sebagaimana dikemukakan di atas,
maka akan nampak jelas apa yang dimaksud dengan kinerja guru. Kinerja guru pada
dasarnya merupakan kegiatan guru dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya
sebagai seorang pengajar dan pendidik di sekolah yang dapat menggambarkan
mengenai prestasi kerjanya dalam melaksanakan semua itu, dan hal ini jelas
bahwa pekerjaan sebagai guru tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang, tanpa
memiliki keahlian dan kwalifikasi tertentu sebagai guru. Kinerja Guru dalam
melaksanakan peran dan tugasnya di sekolah khususnya dalam proses pembelajaran
dalam konteks sekarang ini memerlukan pengembangan dan perubahan kearah yang
lebih inovatif, kinerja inovatif guru menjadi hal yang penting bagi berhasilnya
implementasi inovasi pendidikan dalam rangka meningkatkan kualitas
pendidikan/pembelajaran.
Kinerja inovatif seorang guru dalam upaya mencapai proses belajar mengajar
yang efektif dan fungsional bagi kehidupan seorang siswa jelas perlu terus
dikembangkan. Sehubungan dengan hal tersebut perlu dikaji berbagai faktor yang
mungkin turut mempengaruhi kinerja seorang guru. Menurut McCall (1994:183-185)
hal-hal yang perlu dilakukan guru dalam memperbaiki pembelajaran adalah :
Focus first on the students and are very attentive to who they are
Know that bare wall are teachers but walls covered with interesting and
colourful materials are better teachers…. More interested in the quality of
learning than in the quantity of information ingested and regurgitated
Try to use fresh materials instead of second-hand commercial stuff
Engage other teachers in the constant search for new and fresh material
Are noted for taking their students seriously but not themselves
Upaya untuk memperbaiki
secara terus menerus kualitas pembelajaran perlu menjadi suatu sikap
profesional sebagai pendidik, ini berarti bahwa upaya untuk mengembangkan
hal-hal yang inovatif mesti menjadi konsern guru dalam upaya meningkatkan
kualitas pendidikan. Dengan demikian, kreativitas dan kinerja inovatif menjadi
amat penting, terlebih lagi dalam konteks globalisasi dewasa ini yang penunh
dengan persaingan dalam berbagai bidang kehidupan, sehingga Kinerja inovatif
termasuk bagi guru perlu terus di dorong dan dikembangkan, terlebih lagi bila
mengingat berbagai tuntutan perubahan yang makin meningkat.
Dengan mengacu pada uraian tentang kinerja inovatif sebagaimana
dikemukakan terdahulu, maka yang dimaksud kinerja inovatif (Innovative
Performance) guru adalah kinerja yang dalam melaksanakannya disertai dengan
penerapan hal-hal baru dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan, ciri
kinerja atau tugas-tugas yang harus dikerjakan menggambarkan ciri/feature atau
kegiatan kinerja yang harus dilaksanakan oleh guru, sedangkan inovatif
merupakan sifat yang menggambarkan kualitas bagaimana guru melaksanakan tugas
dengan inovatif atau dengan memanfaatkan serta mengaplikasikan hal-hal baru,
baik berupa ide, metode, maupun produk baru dalam melaksanakan pekerjaan guna
meningkatkan kualitas pendidikan/pembelajaran
Dengan
pemahaman seperti itu, maka kinerja inovatif guru merupakan kinerja yang
menerapkan hal-hal baru dalam meksanakan peran dan tugas yang diemban oleh guru
tersebut, oleh karena itu, maka pemahaman kinerja inovatif guru perlu dilihat
dalam konteks pelaksanaan tugas dan kewajiban yang harus dilaksanakan guru
sebagai pendidik di sekolah
a. Guru dalam proses
Pembelajaran
Tenaga Pendidik di Perguruan Tinggi disebut Dosen, sementara tenaga
Pendidik pada Pendidikan Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Menengah di sebut
Guru. Meskipun sama-sama sebagai Pendidikan namun peran dan fungsi mereka
sedikit berbeda, hal ini tercermin dari pengertian keduanya yang tercantum
dalam Undang-undang Guru dan Guru Nomor 14 tahun 2005. dalam Bab 1 Pasal 1
Undang-undang Guru disebutkan sebagai berikut :
”Guru adalah pendidik profesional
dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih,
menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur
pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah”
Dari pengertian di atas
nampak bahwa guru mempunyai tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik. Dengan demikian
peran guru sangat dominan dalam membentuk peserta didik menjadi manusia yang
berkualitas. Upaya pemerintah untuk terus meningkatkan kemampuan tenaga
pendidik termasuk Guru nampak menunjukan konsern yang makin meningkat,
sertifikasi tenaga pendidik yang akan berdampak pada tambahan imbalan jelas
akan cukup membantu dalam meningkatkan kinerja Guru/tenaga pendidik dalam upaya
meningkatkan kualitas pendidikan.
Tanpa
mengurangi dan meniadakan peran serta fungsi yang lain, kinerja guru sebagai
pelaksanaan tugas dan kewajiban sebagai pendidik merupakan salah satu faktor
yang memegang peranan penting dalam keberhasilan pendidikan. Karena apapun
tujuan-tujuan dan putusan-putusan penting tentang pendidikan yang dibuat oleh
para pembuat kebijakan sebenarnya dilaksanakan dalam situasi belajar mengajar
di kelas. Sementara itu tugas/kewajiban Guru menurut Undang-Undang No 14
tahun 2005 pasal 20 adalah sebagai berikut:
a. merencanakan
pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan
mengevaluasi hasil pembelajaran
b. meningkatkan
dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan
sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
c. bertindak
objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama,
atau latar belakang keluarga dan status sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran
d. menjunjung
tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik guru, serta
nilai-nilai agama dan etika; dan
e. memelihara
dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.
kutipan Undang-undang
tersebut menunjukan bahwa kewajiban guru pada dsarnya merupakan kegiatan yang
harus dilakukan guru dalam menjalankan peran dan tugasnya di sekolah, dimana
aspek pembelajaran merupakan hal yang utama yang harus dilaksanakan oleh guru,
disamping pengembangan profesional sebagai pendidik guna meningkatkan kemampuan
dalam melaksanakan tugas sebagai pendidik serta sebagai fihak yang cukup
dominan dalam proses pembelajaran.
Guru
merupakan pekerjaan profesional yang memerlukan keahlian khusus sebagai
pendidik/pengajar. Jenis pekerjaan ini tidak dapat dilakukan oleh sembarang
orang di luar bidang kependidikan. Tugas guru sebagai profesi meliputi
mendidik, mengajar dan melatih. Mengajar berarti meneruskan dan mengembangkan
ilmu pengetahuan dan teknologi. Sedangkan melatih berarti mengembangkan keterampilan
yang diperlukan oleh masyarakat lingkungannya dalam menyelesaikan aneka ragam
permasalahan yang dihadapi masyarakat. Dalam melaksanakan tugas tersebut, dengan
mengingat tantangan pendidikan yang terus berubah, maka kenerja guru perlu
dilakukan secara inovatif guna beradaptasi dan mengantisipasi perubahan
masyarakat yang cepat serta berbagai kebijakan baru pemerintah dalam bidang
pendidikan.
Meskipun
pendekatan dalam pembelajaran dewasa ini menitik beratkan pada belajar siswa
(student-centered learning), namun hal itu tidak berarti peran guru dalam
proses pembelajaran menjadi tidak penting, bahkan dalam kenyataannya hal itu
justru akan makin menuntut kemampuan guru untuk mendorong terjadinya belajar
siswa melalui berbagai cara baru (inovasi) agar dalam mengelola pembelajaran
dapat menciptakan situasi kondusif bagi berkembangnya belajar siswa secara
optimal.
Dengan
demikian, dalam proses pembelajaran/belajar mengajar, peran Guru amat penting
dalam mewujudkan suasana belajar mengajar yang efektif bagi pencapaian tujuan
pendidikan, secara sederhana dalam suatu kegiatan pendidikan/pembelajaran
seorang Guru mempunyai tugas untuk melaksanakan perencanaan tentang apa dan
bagaimana suatu proses pembelajaran, dengan rencana tersebut kemudian guru
melaksanakan proses pembelajaran di kelas, dalam proses ini guru menentukan
strategi, metoda, serta media pembelajaran yang digunakan guna menciptakan
proses pembelajaran yang efektif dalam rangka mencapai tujuan yang telah
ditetapkan dalam rencana pembelajaran. Langkah berikutnya adalah evaluasi
sebagai cara untuk mengetahui bagaimana pencapaian tujuan dalam bentuk
kompetensi-kompetensi siswa yang dicapai setelah mengikuti proses pembelajaran.
Dengan demikian secara sederhana model proses pembelajaran dimana guru berperan
di dalamnya dapat di lihat dalam gambar berikut :
Mengajar
|
Rencana
Evaluasi
|
GURU
|
Belajar
|
SISWA
|
TUJUAN
|
Gambar 5.5. Model Elementer Proses Belajar Mengajar
(Sumber Abin Syamsuddin Makmun, 2001:155)
gambar di atas menunjukan bahwa dalam proses pembelajaran/pendidikan
terdapat tiga hal yang dilakukan oleh guru yaitu : menyusun rencana
pembelajaran, melaksanakan pengajaran/mengajar, dan melakukan evaluasi atas
hasil belajar siswa sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
Penyusunan rencana pembelajaran merupakan langkah persiapan yang dilakukan guru
sebelum melakukan proses pembelajaran di kelas. Perencanaan yang baik merupakan
langkah penting yang akan menentukan terhadap proses pembelajaran yang baik
pula. Sementara itu langkah pelaksanaan pembelajaran merupakan implementasi
rencana pembelajaran dalam konteks interaksi pembelajaran di kelas, dalam
langkah ini disamping ditentukan oleh perencanaan juga dipengaruhi oleh
bagaimana guru mengelola kelas yang kondusif bagi peroses pembelajaran yang
efektif. Sedangkan langkah evaluasi dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana
hasil peroses pembelajaran, apakah telah sesuai dengan yang direncanakan atau
tidak. Hasil evaluasi ini merupakan bahan penting untuk memperbaiki perencanaan
dan pelaksanaan pembelajaran
Proses
yang dikemukakan di atas, pada dasarnya merupakan kegiatan umum yang dalam
kenyataannya cukup kompleks dan bersifat interaktif dengan berbagai faktor yang
dapat mempengaruhi kualitas suatu proses pembelajaran. Sebagai suatu bentuk
interaksi edukatif, pembelajaran tidak hanya ditentukan oleh bagaimana guru
melaksanakan tugasnya dalam suatu siklus proses pembelajaran, namun juga
terdapat faktor lain, berkaitan dengan berbagai input dalam suatu kegiatan pembelajaran
sebagaimana terlihat dalam gambar berikut ini
Kapasitas
(IQ)
Bakat
Khusus
Motivasi
n-Ach
Minat
Kematangan
Kesiapan
Sikap
Kebisaaan
Dan lain-lain
|
Guru dan
lain-lain
|
Metode
Teknik
media
|
Bahan
Sumber
|
Program
tugas
|
Prilaku
Kognitif
Perilaku
Afektif
Perilaku
Psikomotor
|
Raw Input (Siswa)
|
PBM
|
Expected output
|
Instrumental
Input (sarana)
|
Environmental
Input
(Lingkungan)
|
Sosial
|
Fisik
|
Cultural
|
Dan lain-lain
|
Gambar 5.6. Komponen-komponen dalam Pembelajaran
(Sumber Abin Syamsuddin Makmun, 2001:165)
Dari
gambar di atas menunjukan bahwa Proses Belajar Mengajar/Proses Pembelajaran
melibatkan banyak input yang semuanya akan berpengaruh pada efektivitas
pelaksanaannya. Input Siswa yang terlibat dalam proses pembelajaran membawa di
dalam dirinya berbagai karakteristik individu yang akan berpengaruh dalam
interaksi edukatif dalam proses pembelajaran, input instrumental dimana guru
akan berperan penting di dalamnya juga akan ditentukan oleh bagaimana program
pembelajaran, penggunaan metoda, media, serta bahan ajar
dipergunakan dalam menciptakan proses pembelajaran. Disamping itu input
lingkungan seperti kondisi fisik, kondisi sosial dan budaya juga tidak dapat
diabaikan karena hal itu juga akan menentukan pada kualitas pembelajaran yang
terjadi di dalam kelas. Faktor-faktor input tersebut pada akhirnya akan
mempengaruhi pada kualitas output yang diharapkan.
Dalam
proses pembelajaran tersebut dengan berbagai faktor yang berpengaruh, guru
sebagai pendidik harus mendesain/merekayasa kegiatan/proses pembelajaran agar
dapat mencapai tujuan yang telah ditentukan. Mengelola pembalajaran memerlukan
perubahan yang terus menerus mengingat faktor-faktor input yang terus mengalami
perubahan, sehingga kinerja guru sebagai pendidik dalam proses pembelajaran
perlu terus mengembangkan kemampuannya dalam beradaptasi dengan berbagai
perubahan tersebut.
Prubahan-perubahan
yang terjadi dalam masyarakat baik melalui input maupun lingkungan masyarakat
secara keseluruhan menuntut pada kemampuan guru yang makin meningkat dalam
melaksanakan tugasnya. Guru perlu mengembangkan berbagai cara baru yang dapat
meningkatkan kualitas belajar peserta didik, inovasi dalam melaksanakan tugas
tersebut manjadi pendorong untuk melaksanakan tugas pendidikan secara inovatif.
Dengan demikian upaya merekayasa pembelajaran secara terus menerus sesuai
perkembangan yang terjadi menjadi syarat penting guna menciptakan pembelajaran
yang efektif.
4
Kegiatan Belajar
|
7A
Dampak Pembelajaran
|
7
Hasil Belajar
|
7B
Dampak Pengiring
|
5
Tindak Mengajar
Guru : Pembelajaran di
Kelas
|
6
Tindak belajar
Siswa :
Siswa mengalami Proses
Belajar
|
1
G u r u
|
Rekayasa Pembelajaran
|
Perkembangan Siswa
sesuai asas emansipasi menuju keutuhan dan kemandirian
|
Kurikulum yang berlaku
|
3
Desain Instruksional
|
2
S i s w a
|
Gambar 5.7. Rekayasa Pembelajaran Guru dan Tindak belajar Siswa
(Sumber Dimyati dan Mudjiono 1999. diadaptasi dari Winkle,
1991Biggs&Telfer, 1987, Monks, Knoers&Siti Rahayu Haditono, 1989)
Dalam
melakukan rekayasa pembelajaran banyak faktor yang perlu dipertimbangkan agar
hal tersebut dapat selalu sejalan dengan prinsip-prinsip pendidikan dan
pembelajaran, tidak hanya sekedar melakukan perubahan yang tidak mengarah pada
pencapaian efektivitas pendidikan dan pembelajaran. Berikut ini akan
digambarkan komponen-komponen dalam rekayasa pembelajaran :
Seorang guru hendaknya berperilaku yang mempunyai pola interaksi di dalam
proses belajar secara efektif, apabila mereka memiliki keinginan untuk memahami
peserta didik sesuai dengan kebutuhannya. Kemampuan berinteraksi dari guru
tidak akan berarti apa-apa seandainya mereka memiliki motivasi yang rendah,
terhadap penyesuaian dengan lingkungan, baik terhadap kebijakan dan tujuan atau
strategi pengajaran tersebut. Dengan mengingat bahwa keadaan lingkungan tidak
mudah terkontrol, maka seorang guru harus terbuka, penuh dengan pertimbangan,
mampu mendengar, dan bijaksana. Menyikapi hal tersebut maka guru senantiasa
mampu memodifikasi perilaku terhadap tuntutan yang ada atau timbul, terutama
dalam proses belajar mengajar, ke arah pemberian harapan yang positif untuk
peningkatan motivasi belajar.
Seperti
dijelaskan di atas, tugas guru dalam meningkatkan mutu serta produktifitas
tidak dapat terpisahkan dari keseluruhan tugas dalam operasionalisasi pendidikan
di sekolah. Dengan demikian, keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan tidaklah
hanya menggantungkan diri pada usaha pemberian program pengajaran semata-mata.
Program tersebut perlu didukung oleh motivasi, system pengelolaan, administrasi
dan supervisi pendidikan. Dan sehubungan dengan hal tersebut, penyelenggaraan
proses pendidikan dapat mencapai hasil yang optimal bila perhatian pimpinan
lebih banyak dipusatkan kepada guru. Guru dalam hal ini hanya merupakan
pelaksana operasionalisasi program pendidikan, namun demikian dalam berkinerja,
guru dapat mengembangkan inovasi dalam melaksanakan tugasnya, ini berarti
kinerja inovatif merupakan hal yang penting.
Pihak
manapun mengakui bahwa di dalam sistem persekolahan, kurikulum, sarana
dan prasarana merupakan faktor-faktor penting yang tidak bisa kita abaikan
dalam suatu proses pendidikan/pembelajaran. Akan tetapi tanpa
kehadiran guru yang bermutu, inovatif, berdedikasi tinggi dan berwibawa, semua
yang tersebut di atas tidaklah berarti banyak. Menurut Bransford et.al (dalam Hammond&Bransford (ed), 2005:49),
dalam melaksanakan tugasnya guru dapat mengembangkan keahlian rutin (routine
experts) dan keahlian adaptif (adaptive experts), perbedaan kedua hal tersebut
adalah :
“Routine experts develop a
core competencies that they apply throughout their lives with greater and
greater efficiency. Adaptive experts are much more likely to change their core
competencies and continually axpand the breadth and depth of their expertise”.
keahlian rutin merupakan keahlian
guru dalam melaksanakan tugasnya yang berulang-ulang, semakin ahli seorang guru
dalam keahlian ini, maka pekerjaan yang dilakukannya akan makin efisien,
sebaliknya keahlian adaptif menunjukan kemampuan untuk melakukan perubahan
serta memperluas dan memperdalam keahliannya dalam melaksanakan tugasnya
sebagai pendidik/pengajar.
Dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran seorang guru dapat menjadi agen
pembelajaran yang menitik beratkan pada efisiensi dengan kinerja rutin, dan
bisa juga mengembangkan kemampuan inovasinya dalam melaksanakan pembelajaran di
kelas. Dalam kondisi yang demkian diperlukan pemaduan antara dimensi efisiensi
dengan dimensi inovasi, sehingga dapat dicapai suatu kondisi yang seimbang dan
keahlian adaptif merupakan kondisi yang ideal di mana guru dapat melaksanakan
tugasnya dalam suatu koridor adaptabilitas yang optimal sebagaimana terlihat
dalam gambar berikut:
Frustrated
Novice
|
Adaptive Expert
|
Routine Expert
|
Efficiency
|
Optimal
Adaptability
Corridor
|
Gambar 5.8. Dimensi Adaptive expertise
(Sumber, Bransford et.al dalam Hammond&Bransford (ed), 2005:49)
Kinerja inovatif guru, yakni kinerja
dengan mengembangkan cara baru melalui pengembangan kreatifitas dalam
melaksanakan tugas guru dalam pembelajaran.
Perlunya
kinerja inovatif guru menjadi semakin penting tidak hanya berkaitan dengan
berbagai kebijakan pembaharuan pendidikan yang berasal dari atas (top-down),
namun yang lebih penting adalah tumbuh dan berkembangnya krativitas guru dan
menerapkannya dalam meningkatkan kualitas pembelajaran guna meningkatkan
kualitas pendidikan. Disamping itu tuntutan perubahan menjadikan peran guru
dituntut kreatif inovatif, dimana dalam konteks globalisasi dewasa ini
diperlukan output pendidikan yang kreatif-inovatif sebagai kemampuan utama yang
penting dalam menghadapi persaingan yang makin ketat, dan untuk itu diperlukan
suatu pembelajaran/pengajaran yang kreatif-inovatif. Menurut pendapat Wayne
Morris (2006)
“Creative teaching may be defined in
two ways: firstly, teaching creatively and secondly, teaching for creativity.
Teaching creatively might be described as teachers using imaginative approaches
to make learning more interesting, engaging, exciting and effective. Teaching
for creativity might best be described as using forms of teaching that are
intended to develop students own creative thinking and behaviour. However it
would be fair to say that teaching for creativity must involve creative
teaching. Teachers cannot develop the creative abilities of their students if
their own creative abilities are undiscovered or suppressed”.
Untuk menghasilkan
output/lulusan yang kreatif diperlukan pengajaran yang kreatif. Oleh karena itu
kinerja kreatif/inovatif guru dalam melaksanakan tugasnya jelas akan turut
menentukan keberhasilan pelaksanaan setiap program pendidikan/pembelajaran,
terlebih lagi dalam situasi perubahan yang sangat cepat, di samping
kepemimpinan Kepala Sekolah juga motivasi dari guru sendiri dalam melaksanakan
kewajibannya. Kepemimpinan Kepala Sekolah mutlak diperlukan dalam
memimpin organisasi bekerja, karena sikap kepemimpinan kepala Sekolah dapat
mempengaruhi kinerja guru. Pada akhirnya kelak kinerja guru dapat ditingkatkan
dan pencapaian tujuan pendidikan dapat dengan mudah terlaksana, serta
terwujudnya manusia cerdas komprehensif dan kompetitif akan dapat benar-benar
terwujud sebagai hasil dari suatu proses pendidikan/pembelajaran.
b. Guru dalam pengembangan
profesi
Guru
merupakan pekerjaan profesional sehingga tepat untuk dikatakan sebagai suatu
profesi. Sebagai suatu profesi pengembangan kemampuan dan peningkatan
kompetensi merupakan hal penting yang dapat memberikan kontribusi
signifikan bagi peninkatan kualitas pendidikan dan pembelajaran di sekolah.
Dalam Undang No 14 tahun 2005 pasal 20 ayat b disebutkan
bahwa salah satu tugas guru adalah meningkatkan dan mengembangkan
kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Hal
ini mengandung arti bahwa kinerja guru dalam pengembangan profesi menjadi
gambaran akan pelaksanaan tugas yang berorientasi ke depan sebagai dasar yang
perlu untuk menghadapi berbagai tantangan perubahan sebagai akibat dari
Globalisasi. Untuk lebih memahami makna pengembangan profesi, terlebih dahulu
akan dikemukakan tentang konsep prosesi
Makna Profesi
Secara etimologi, profesi berasal dari istlah bahasa inggris profession atau
bahas latinprofecus, yang artinya mengakui, pengakuan, menyatakan
mampu, atau ahli dalam melaksanakan pekerjaan tertentu. Pengakuan dari siapa?, dari diri
sendiri, dari orang lain atau dari lembaga profesi. Kalau pengakuan itu datang
dari penyandang profesi itu, muncul beberapa pertanyaan. Apakah kemampuan yang
diakui atau diklaimnya itu benar-benar sebuah kenyataan? Apakah pengakuan itu
tidak lebih dari sebuah kesombongan?. Tidakkah pengakuan itu tidak lebih dari
“riak-riak air yang sesungguhnya mengimplisistkan kedangkalan derajat
profesional penyandang profesi itu?Apakah benar-benar ada bukti formal dan material yang memperkuat pengakuan
itu.
Penyandang profesi boleh mengatakan bahwa dia mampu atau ahli dalam
melaksanakan pekerjaan tertentu asalkan pengakuannya disertai bukti riil bahwa
dia benar-benar mampu melaksanakan suatu pekerjaan yang dikaim sebagai
keahliannya. Akan tetapi , pengakuan itu idealnya berasal dari masyarakat atau
pengguna jasa penyandang profesi itu atau berangkat dari karya ilmiah atau
produk kerja lain yang dihasilkan oleh penyandang profesi itu. Pengakuan itu
terutama didasari atas kemampuan konseptual-aplikatif dari penyandang profesi
itu (Danim, 2002:21).
Secara terminologi, profesi dapat diartikan sebagai suatu pekerjaan yang
mensyaratkan pendidikan tinggi bagi pelakuknya yang ditekankan pada pekerjaan
mental, bukan pekerjaan manual (Danim, 2002:21). Kemampuan mental yang
dimaksudkan di sini adalah adanya persyaratan pengetahuan teoritis akademis
sebagai instrument untuk melakukan perbuatan praktis. Merujuk pada definisi
ini, pekerjaan-pekerjaan yang menuntut keterampilan manual atau fisikal,
meskipun levelnya tinggi, tidak digolongkan dalam profesi (sekarang ini).
Ciri Profesi
Dari sudut sosiologi, Vollmer & Mills (1972) mengemukakan bahwa
profesi menunjuk pada suatu kelompok pekerjaan dari jenis yang ideal, yang
sesungguhnya tidak ada dalam kenyataan atau tidak pernah akan tercapai, tetapi
menyediakan suatu model status pekerjaan yang bisa diperoleh, bila pekerjaan
itu telah mencapai profesionalisasi secar utuh. Istilah “ideal” itu hanya
ada dalam kata, tidak dalam realita. Karena sifatnya hanya sebuah abstraksi.
Kondisi “ideal” tidak lebih dari harapan yang tidak selesai karena fenomena
yang ada hanya sebatas mendekati hal yang “ideal” itu.
Menurut
Shulman (1998) dalam Hammond & Bransford (ed) (2005:12) terdapat six
commonplace (enam ciri yang lazim) yang didukung oleh seluruh profesi
yaitu :
Service to society, implying an ethical and moral commitment to clients
A body of scholarly knowledge that forms the basis of the entitlement to
practice
Engagement to practical action, hence the needs to enact knowledge in
practice
Uncertainty caused by the different needs of clients and the non routine
nature of problems, hence the need to develop judgement in applying knowledge
The importance of experience in developing practice, hence the need to
learn by reflecting on one’s practice and its outcomes, and
The development of professional community that aggregate and share
knowledge and develops professional standards
Pengembangan Profesi Guru
Pengembangan professional (professional development) merupakan Pengembangan
kemampuan profesional yang akan memberikan kontribusi pada peningkatan
kemampuan/kompetensi guru yang pada akhirnya akan berdampak pada makin
meningkatnya kualitas pembelajaran. Menurut Maggioli, (2004:5) Professional
development can be defined as a career-long process in whch educators fine-tune
their teaching to meet student needs . pengembangan profesinal guru
dapat menjadikan proses pendidikan dan pembelajaran makin meningkat karena
kemampuan dan kompetensi guru akan terus berkembang. King dan
Newmann dalam Peter Cuttance (2001:125) berpendapat bahwa dalam
upaya meningkatkan proses pembelajaran, pengembangan profesional dapat
memberikan kontribusinya melalui hal-hal berikut :
improving the knowledge, skill and disposition of
individual staff member
organised, collective enterprise arising from a
strong, school-wide professional community and
focused, coherent and sustained staff and student
learning
Oleh karena itu upaya yang dilakukan
oleh guru dalam pengembangan profesionalnya sebagai pendidik merupakan faktor
yang amat penting, karena hal tersebut dapat meningkatkan kemampuan dan
kompetensi pendidik/guru, yang nantinya akan dapat memperbaiki secara terus
menerus proses pembelajaran.
Tuntutan profesionalisme guru memerlukan upaya untuk terus mengembangkan
sikap profesional, melalui peningkatan kapasitas guru agar makin mampu
mengembangkan profesinya dalam menjalankan tugarnya di sekolah. Menurut Roland S. Barth (1990:49)
”The crux of teachers’ professional
growth, I feel, is the development of a capacity to observe and analyze the
consequences for students of different teaching behaviour and materials, and to
learn to make continous modification of teaching on the basis of cues student
convey”
hal tersebut sejalan
dengan tuntutan terhadap profesi, termasuk Profesi Guru, yang selalu menuntut
upaya peningkatan terus menerus
Pengembangan profesional pendidik memerlukan peningkatan kompetensi
khususnya dalam menghadapi masalah pembelajaran di kelas, dan inovasi
pembelajaran merupakan hal yang penting dalam kompetensi tersebut. Inovasi
Pembelajaran (Depdiknas,2007:2) apabila dilaksanakan secara berkesinambungan
akan berdampak sebagai berikut :
Kemampuan dalam menyelesaikan masalah pembelajaran akan semakin meningkat
Penyelesaian masalah pembelajaran melalui sebuah pengembangan inovasi akan
meningkatkan isi, masukan, proses, sarana/prasarana dan hasil belajar peserta
didik
Peningkatan kemampuan dalam pembelajaran tersebut akhirnya akan berdampak
pada peningkatan kepribadian dan keprofesionalan dosen dan guru untuk selalu
berimprovisasi baik melalui adopsi, adaptasi, atau kreasi dalam pembelajaran
dan bermuara pada peningkatan kualitas lulusan
dengan demikian peran guru dalam
meningkatkan mutu pendidikan memerlukan sikap inovatif, karena inovasi
pendidikan sangat besar dan menentukan bagi keberhasilan peningkatan kualitas
pendidikan melalui pengembangan inovasi pembelajaran atau inovasi lainnya yang
dapat menunjang pembelajaran, dan dengan semakin meningkatnya kualitas
pembelajaran harapan dan tujuan untuk dapat menghasilkan lulusan yang makin
berkualitas dan siap serta mampu dalam menghadapi persaingan akan dapat
terwujud.
Pengembangan
kinerja guru dilihat dari sudut manajemen kinerja dapat dilakukan dengan dua
pendekatan yakni pendekatan berbasis kompetensi (Competency Based Performance
Management/CBPM) dan pendekatan berbasis kinerja (Performance Based Performance
Management/PBPM). Pendekatan berbasis kompetensi melakukan pengembangan kinerja
melalui peningkatan kemampuan pegawai/guru untuk melakukan sesuatu pekerjaan
sesuai dengan peran dan tugasnya, sedangkan pendekatan berbasis kinerja
melakukan pengembangan pegawai/guru melalui implementasi praktek-praktek
terbaik (best practice) dalam melakukan pekerjaan sesuai dengan bidang
tugasnya.
G. Rangkuman
Pengembangan kinerja guru merupakan faktor yang amat menentukan pada
keberhasilan proses pendidikan dan pembelajaran dalam era perkembangan
pengetahuan yang sangat cepat dewasa ini. Pengembangan kinerja pada dasarnya
menggambarkan kemampuan suatu profesi termasuk profesi guru untuk untuk terus
menerus malakukan upaya peningkatan kompetensi yang berkaitqn dengan peran dan
tugas sebagai pendidik. Kemampuan untuk terus menerus meningkatkan kualitas kinerja
yang dilakukan oleh guru akan memperkuat kemampuan profesional guru sehingga
dengan peningkatan tersebut kualitas proses dan hasil pendidikan dan
pembelajaran akan makin bermutu
H. Riview
Lakukan analisis dan penjelasan berdasarkan materi yang sudah dipelajari
atas pertanyaan-pertanyaan berikut :
1. Jelaskan
makna Kinerja dan Kinerja Guru?
2. Jelaskan
dan uraikan model-model Kinerja ?
3. Jelaskan
makna menajemen Kinerja?
4. Jelaskan
makna dan fungsi penilaian kinerja ?
5. Jelaskan
Peran dasar Guru dalam proses Pembelajaran ?
6. Jelaskan
makna Profesi dan profesi Guru?
7. Jelaskan
apa yang dimaksud drngan Pengembangan Profesi Guru ?
8. Jelaskan
fungsi dari pengembangan profesi guru ?
9. jelaskan
menurut pendapat saudara mengapa guru dapat dipandang sebagai suatu profesi ?
10. Jelaskan
mengapa saudara berkeinginan menjadi Guru, jika Ya, dan jelaskan pula jika
tidak ?
Sumber: http://akhmadsudrajat.wordpress.com/
Sumber: http://akhmadsudrajat.wordpress.com/